Pada umumnya, dasar laut yang disajikan dalam media cetak dan elektronik digambarkan sebagai pelamparan terumbu karang, padang lamun, kerang-kerangan dan biota lain yang beraktivitas di sekitar dasar laut. Selain biota, dasar laut juga digambarkan sebagai pelamparan pasir atau lumpur yang oleh orang awam dianggap seragam di satu tempat dengan di tempat lain. Kenampakan dasar laut tersebut dapat dilihat secara langsung baik misalnya saat menyelam maupun secara tidak langsung melalui hasil dokumentasi atau dideteksi dengan menggunakan teknologi inderaja untuk mendapatkan data batimetri dan kondisi terumbu karang. Namun sejauh ini kenampakan mikroskopis dasar laut belum terlihat bagi orang awam dan hanya dinikmati terbatas oleh komunitas ilmuwan tertentu. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami sajikan kenampakan material dasar laut secara mikroskopis dengan harapan dapat memberi informasi dan gambaran yang lebih spesifik.
Pendahuluan
Pada umumnya, dasar laut yang disajikan dalam media cetak dan elektronik digambarkan sebagai pelamparan terumbu karang, padang lamun, kerang-kerangan dan biota lain yang beraktivitas di sekitar dasar laut. Selain biota, dasar laut juga digambarkan sebagai pelamparan pasir atau lumpur yang oleh orang awam dianggap seragam di satu tempat dengan di tempat lain. Kenampakan dasar laut tersebut dapat dilihat secara langsung baik misalnya saat menyelam maupun secara tidak langsung melalui hasil dokumentasi atau dideteksi dengan menggunakan teknologi inderaja untuk mendapatkan data batimetri dan kondisi terumbu karang. Namun sejauh ini kenampakan mikroskopis dasar laut belum terlihat bagi orang awam dan hanya dinikmati terbatas oleh komunitas ilmuwan tertentu. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami sajikan kenampakan material dasar laut secara mikroskopis dengan harapan dapat memberi informasi dan gambaran yang lebih spesifik.
Secara umum, dasar laut terdiri dari sedimen, mineral dan material biogenik dimana kandungan dan komposisinya sangat bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Material biogenik dalam sedimen yang berukuran mikroskopis terdiri dari beberapa kelompok organisme yang menurut Haq dan Boersma, 1984 dapat dibedakan berdasar bahan pembentuk cangkangnya yaitu kelompok berdinding gampingan (misalnya foraminifera dan ostracoda), berdinding silikatan (radiolaria), berdinding organik dan fosfat. Selain itu, di dasar laut juga ditemukan moluska, pecahan koral, spikula dan lain-lain yang dapat dilihat secara megaskopis.
Seperti diketahui bahwa foraminifera bentik merupakan salah satu kontributor penting dalam pembentukan pelamparan terumbu karang. Menurut catatan, foraminifera bentik merupakan pemasok utama (0.2%) dari pesisir sekitar Oahu, Hawaii dan didominasi oleh Amphistegina yang mencapai 90% dari produksi total (Hallock, 1976 dalam Tomascik dkk, 1997). Sedangkan di pelamparan Spermonde, foraminifera bentik besar menempati sekitar 40-70% sedimen dasar laut (Renema & Troelstra, 2002). Demikian juga dengan ostracoda, beberapa spesies tertentu merupakan penghuni utama ekosistem terumbu karang dan pulau-pulau kecil, seperti di Kepulauan Seribu dan Solomon (Whatley & Watson, 1988). Di perairan laut dalam, foraminifera plangtonik merupakan komponen penting (>75%) yang membentuk endapan dengan ketebalan mencapai ratusan meter di suatu cekungan (Tomascik dkk, 1997). Kemudian timbul pertanyaan, ada apa di dasar laut di sekitar Pulau Nunukan-Sebatik, Kalimantan Timur?
Perairan Sekitar Pulau Nunukan–Sebatik
Wilayah sekitar Pulau Nunukan-Sebatik, Kalimantan Timur dimana kegiatan survei dilakukan pernah menjadi topik hangat di berbagai media massa baik yang menyangkut isu tenaga kerja maupun yang menyangkut klaim sepihak dari negara tetangga Malaysia berkaitan dengan kepemilikian Blok Ambalat di lepas perairan Karang Unarang.
Berdasarkan bukti geologi (tektonik dan penyebaran cekungan) daerah telitian secara umum merupakan kelanjutan alamiah dari Kalimantan Timur dan Selat Makasar.
Pengambilan sedimen dasar perairan sekitar P.Sebatik-Nunukan, Kalimantan Timur menggunakan pemercontoh comot dan 47 sampel sedimen terpilih digunakan untuk studi mikrofauna (foraminifera dan ostracoda). Kemudian sebagian sampel sedimen dikeringkan dan dengan berat kering yang sama dilakukan pencucian dalam ayakan berukuran 2, 3, dan 4 phi dan terakhir dikeringkan. Studi ostracoda dilakukan hingga tingkat spesies bila memungkinkan dan perhitungan spesimen/individu tiap spesies/jenis. Sedangkan analisis foraminifera hanya dilakukan sepintas sebagai pembanding dan penunjang atau informasi tambahan apabila tidak ditemukan ostracoda atau ada penemuan yang menarik untuk dibahas dalam tulisan ini.
Kenampakan mikroskopis dasar laut
Dasar perairan di daerah penelitian yang diuraikan dalam tulis ini lebih difokuskan pada material biogenik dan material lain yang dominan. Kandungan dan komposisi material tersebut bervariasi di satu titik lokasi dengan di titik lokasi lain, terutama pada zona dekat pantai dan laut lepas. Kenampakan mikroskopis pada beberapa titik lokasi mewakili dasar perairan sekitar P.Nunukan-Sebatik disajikan pada Gambar 2. yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata secara rinci. Secara umum tampak adanya perubahan kenampakan mikroskopis dasar laut seperti sisa tanaman dijumpai dominan pada titik lokasi yang tidak jauh dari daratan, di sebelah selatan P. Sebatik terlihat percampuran antara material biogenik dan nobiogenik secara seimbang dan di laut lepas didominasi oleh material biogenik. Berikut ini diuraikan kondisi dasar perairan berdasarkan pada material dominan di daerah penelitian.
Material biogenik
Dalam tulisan ini diutamakan pada foraminifera dan ostracoda sebagai kelompok gampingan yang mendominasi perairan dangkal. Dua kelompok ini antara lain bermanfaat untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Di daerah penelitian dijumpai 82 spesies ostracoda dan sembilan diantaranya mempunyai kandungan cukup melimpah dan tersebar cukup merata terutama di laut lepas seperti Hemicytheridea cf. H. reticulata, Hemicytheridea reticulata, genus Keijella, Keijella kloempritensis, Keijella multisulcus, Keijella reticulata Phlyctenophora orientalis, Cytherella semitalis, Pistocythereis bradyiformis, dan Alocopocythere kendengensis.
Secara umum, keterdapatan baik ostracoda maupun foraminifera dari sangat jarang di perairan sekitar P. Nunukan dan cenderung bertambah melimpah dan beraneka ragam menuju ke arah laut lepas. Pengaruh daratan tercermin dari rendahnya kandungan foraminifera dan ostracoda di sekitar P. Nunukan dan tingginya kandungan material organik lain seperti sisa-sisa tanaman dari daratan. Hanya beberapa spesies tertentu yang dapat beradaptasi dan bertahan pada kondisi lingkungan berenergi tinggi ini. Di wilayah ini ditemukan Myocyprideis sp. dan Sinocytheridea sp. yang merupakan penciri perairan transisi antara air tawar dan asin. Sisa-sisa tanaman tersebut menyebar ke arah selatan di bandingkan ke sebelah utara daerah penelitian. Secara tidak langsung keterdapatannya dapat mencerminkan arah aliran air yang berasal dari daratan.
Hal yang sangat menarik adalah ditemukannya ostracoda dan foraminifera secara melimpah di sekitar Pulau Tinabasan diantara sedimen berukuran pasiran. Namun kondisi cangkang kedua kelompok tersebut ditemukan dalam keadaan abnormal yaitu berwarna kecoklatan atau gelap dibandingkan dengan warna normal yang putih sampai opak, bentuk morfologi tidak sempurna, dan cangkang ostracoda ditemukan dalam keadaan terkatup. Kondisi cangkang yang berwarna tidak normal, menurut Whatley (1988 dan Frenzel, 2005, komunikasi pribadi) terjadi pada lingkungan perairan yang tenang, dasar perairan terdiri dari lumpur yang kaya akan zat organik dan aktivitas bakteria menyebabkan cangkang diselimuti oleh zat besi dan mangan. Namun apabila dilihat lebih detil, warna gelap terkonsentrasi di bagian hiasan/retikulasi yang mengindikasikan bahwa kumpulan ini sebagai hasil akumulasi dari kondisi lingkungan tenang ke titik lokasi tersebut. Keterdapatan cangkang ostracoda dalam keadaan terkatup secara melimpah memberi indikasi adanya peran arus kuat yang menyebabkan kecepatan sedimentasi tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kumpulan tersebut berasal dari lingkungan tenang atau terlindung dan dalam waktu yang tidak lama/mendadak terpindahkan ke titik lokasi tersebut sebelum cangkang terpisahkan menjadi dua seperti pada kerang-kerangan.
Di laut lepas sekitar P. Sebatik, keterdapatan foraminifera dan ostracoda mulai melimpah sampai sangat melimpah dan mempunyai keanekaragaman spesies cukup tinggi. Ada beberapa spesies yang dijumpai sangat melimpah pada titik lokasi tertentu seperti Foveoleberis cypraeoides sangat dominan, Phlyctenophora orientalis dan Hemicytheridea reticulata. Demikian juga untuk Foraminifera bentik: Asterorotalia trispinosa, Ammonia beccarii, Cibicides sp., Elphidium gunteri, Quinqueloculina sp. dan Textularia sp. Munculnya beberapa spesies secara melimpah di satu titik lokasi tertentu menunjukkan bahwa titik lokasi tersebut merupakan habitat yang cocok untuk kehidupan spesies tersebut dengan mengalahkan spesies lain sebagai pesaing dalam memenuhi kebutuhan hidupnya atau merupakan spesies yang mampu dalam pertahanan diri terhadap kondisi lingkungan setempat.
Penemuan menarik di daerah laut lepas adalah Asterorotalia yang mempunyai banyak variasi bentuk morfologis yaitu berduri dua, empat, lima bengkok dan ada dua duri yang muncul berdekatan. Pada umumnya genus ini berduri tiga yang muncul pada bagian sudut cangkang secara teratur. Menurut Boltovskoy & Wright (1976), variasi morfologis dari suatu takson dapat berkaitan erat dengan faktor genetis, geografis yang terisolasi, dan kondisi lingkungan setempat. Adanya perubahan lingkungan yang drastis seperti salinitas, pasokan makanan, temperatur, konsentrasi elemen jejak dapat mengakibatkan timbulnya variasi morfologis dari cangkang foraminifera. Oleh karena itu untuk memastikan faktor mana yang berperan dari kemunculan variasi spesies tersebut, diperlukan studi lebih lanjut. Studi ini diperlukan untuk mendapatkan jumlah spesimen dalam bentuk juvenil dan dewasa yang akan menghasilkan informasi akurat.
Selain itu dijumpai pula cangkang yang tidak normal pada Elphidium berupa kerusakan kamar-kamarnya. Bentuk morfologis yang abnormal dari foraminifera, khususnya genus Elphidium berkaitan dengan beberapa faktor seperti faktor mekanis berupa lingkungan berenergi tinggi yang dapat merusak cangkang atau faktor biologis berupa aktivitas bakteri yang mengakibatkan cangkang menjadi abnormal.
Mineral
Selain kehadiran material biogenik di atas, dasar laut Perairan Nunukan-Sebatikpun mengandung material abiogenik dalam hal ini mineral. Adapun mineral-mineral yang dijumpai antara lain seperti: magnetit, hematit, zirkon dan pirit yang keterdapatannya menyebar secara relatif merata di sekitar perairan Karang Unarang. Secara mikroskopis, kuarsa mendominasi beberapa titik lokasi terutama di sekitar P. Nunukan bagian dalam.
Penutup
Kenampakan dan kehadiran material biogenik dasar laut secara mikroskopis dapat mencerminkan dinamika dasar perairan tersebut. Keterdapatan ostracoda-foraminifera secara melimpah dan dalam warna cangkang yang berbeda dari keadaan normal dapat mengindikasikan adanya perubahan kondisi lingkungan.
Ucapan terima kasih
Kami mengucapkan terima kasih atas dorongan yang diberikan oleh Bapak Ir. Subaktian Lubis untuk menyajikan tulisan ini. Demikian juga kepada ”Tim Sebatik” atas kerja sama, diskusi dan saran yang diberikan kepada kami.
Daftar Pustaka
Boltovskoy, E. & Wright, R., 1976. Recent Foraminifera. W. Junk. B.v. Publisher, The Haque, 515 hal.
Haq,B.U.,& Boersma, A., 1984.Introduction to Marine Micropaleontology. Elsevier375 hal.
Renema, W., & Troelstra. S., 2002. Larger foraminifera distribution on the mesotrophic carbonate shelf in the SW Sulawesi, Indonesia. Paleogeography, Paleoclimatology and Paleoecology 175 (1-4): 125-146.
Tomascik, T., A. Janice, A. Nontji, & M. K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Seas Part Two. Periplus Edition, Little Road, Jakarta, Sydney, Kawasaki dan Oxford, 688 hal.
Whatley, R.C., 1988. Population structure of ostracods: some general principles for the reoconitioan of paleoenvironemnts. Dalam DeDeckker, P., Colin, J.P., & Peypouquet, J.P., 1988. Ostracdoa in the Earth Sciences. 245-256.
Whatley, R.C. & Watson, K., 1988. A preliminary account of the Distribution of Ostracoda in Recent Reef and Reef Associated Environments in Pulau Seribu or Thousand Island Group, Java Sea. In Hanai, T., Ikeya, N., and Ishizaki, K., (eds). Evolutionary Biology on Ostracoda:Proceeding of the Ninth International Symposium on Ostracoda, Shizuoka, 399 411.
Leave a comment