Perairan kepulauan Riau terletak di jalur Granit yang mengandung timah yang memanjang dari pulau Bangka. Belitung hingga semenanjung Malaysia. Pasir laut yang kaya akan mineral kuarsa ini adalah hasil pelapukan dari batuan Granit tersebut. Pulau-pulau seperti Bangka, Belitung, Singkep, Bintan, Kundur, Batam dan lainnya terbentuk dari batuan dasar Granit.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan adalah merupakan salah satu unit pemerintah di bawah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang bertugas dalam kegiatan inventarisasi dan penyelidikan geologi dan potensi sumberdaya mineral di seluruh wilayah perairan Indonesia.
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana potensi sumberdaya pasir laut dapat dibuat sebagai batasan dan jawaban akan keberadaan bahan galian di perairan Riau dan sekitarnya, khususnya keberadaan mineral kuarsa ataupun mineral berat lainnya yang mempunyai prospek dan bernilai ekonomis.
Kegiatan penelitian di lapangan terutama meliputi pekerjaan pemeruman, percontohan sedimen, seismik pantul dangkal dan pemboran. Penentuan posisi dari seluruh kegiatan menggunakan Global Positioning System (GPS) yang juga berguna untuk membuat lintasan kapal dan lintasan seismik pantul dangkal.
Kegiatan lainnya dilakukan di laboratorium yang umumnya berupa deskripsi sedimen baik secara megaskopis maupun mikroskopis. Analisa besar butir berdasarkan klasifikasi Folk (1980) dilakukan untuk mengetahui penamaan sedimen permukaan yang nantinya diperlukan dalam pembuatan peta sebaran sedimen permukaan dasar laut. Peta sebaran sedimen permukaan dasar laut ini berguna untuk mengetahui sebaran pasir laut secara horizontal sedangkan untuk mengetahui secara vertikal dilakukan dari penafsiran seismik pantul dan pemboran. Analisa mineral berat juga dilakukan untuk mengetahui keberadaan mineral di dalam pasir laut dan jika diketahui akan bernilai lebih ekonomis.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Kegiatan penelitian di bidang geologi kelautan terutama dengan menggunakan kapal riset Geomarin, pekerjaan yang pertama adalah menentukan lintasan kapal dimana dari lintasan ini akan berupa kedalaman dasar laut yang akan digunakan dalam pembuatan peta batimetri. Peta batimetri ini yang akan dibahas adalah keadaan morfologi dasar laut yang berhubungan erat dengan paska pertambangan pasir laut dan hubungannya dengan abrasi pantai. Data lainnya yang akan didapat adalah percontohan sedimen dimana pembahasannya akan difokuskan ke arah sebaran pasir laut secara horizontal dan penamaannya akan didasarkan pada hasil analisa besar butir, sedangkan data seismik pantul akan membahas ketebalan sedimen pasir laut secara vertikal dengan dibantu data pemboran.
Batimetri & Morfologi perairan Riau dan sekitarnya
Peta kedalaman dasar laut yang telah dibuat oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan adalah sebanyak 4 (empat) lembar yang dimulai dari timur laut pulau Rupat (Lembar 0817/0818) ke arah tenggara hingga pulau Kundur (Lembar 0916/0917) dan menerus ke arah tenggara lagi sampai di sekitar pulau Singkep dan selatan pulau Bintan.
Garis kontur dengan interval 5 meter yang telah dikoreksi dengan data pasang surut, umumnya menunjukkan pola sejajar dengan garis pantai pulau-pulau di sekitarnya dan memanjang sejajar selat Malaka. Di beberapa tempat seperti di timur laut dan utara pulau Rupat terdapat pola kontur membulat yang berupa lubang-lubang yang cukup dalam. Pola ini bukan pola kontur yang terdapat secara alamiah tetapi pola yang telah mengalami perubahan secara cepat dibandingkan dengan pola kontur di sekitarnya. Morfologi ini dapat ditafsirkan sebagai hasil pengerukan atau akibat penyedotan sedimen dasar laut yaitu pasir laut. Kedalaman lubang-lubang ini dapat mencapai lebih dari 80 meteran. Ke arah tenggara, di utara pulau Bengkalis, pola kontur merapat tajam dan membentuk lereng yang mendalam ke arah laut lepas (utara). Lereng ini memanjang sejajar pulau Sumatera hingga ke arah tenggara yaitu ke arah kepulauan Karimun Besar.
Pada umumnya, menjauh ke arah selat Malaka, kedalaman dasar laut bertambah besar dengan bentuk morfologi bergelombang dengan puncak-puncaknya yang terpisah. Morfologi dasar laut yang bergelombang ini dapat ditafsirkan sebagai hasil dari penumpukkan sedimen pasir (sand wave).
Pada lembar peta 1015 dan 1016 yaitu di daerah pulau Singkep dan pulau Bintan dan sekitarnya kedalaman laut berkisar 35 meter yang relatif lebih dangkal dibandingkan pada lembar peta sebelumnya. Hal ini mungkin dikarenakan adanya muara sungai yang terdapat di sebelah barat pulau Singkep yaitu sungai Indragiri Hilir. Keberadaan pulau Singkep di depan muara sungai Indragiri Hilir lebih menyebabkan adanya kedalaman laut yang lebih dangkal dikarenakan menumpuknya sedimen di sekitarnya. Di daerah ini kedalaman laut hanya mencapai 25 meter, sedangkan ke arah selatan pulau Singkep kedalaman dasar laut lebih besar dan pola kontur lebih rapat dan menunjukkan adanya bukit-bukit kecil di kedalaman 20 meter yang dibentuk oleh terumbu karang. Dengan adanya terumbu karang ini berarti kualitas air laut lebih jernih dibandingkan daerah sebelah baratnya. Ke arah timur dari pulau Singkep ini kedalaman dasar laut lebih besar lagi dengan pola kontur membentuk morfologi bergelombang tetapi agak landai dan pada daerah ini batuan dasar Granit banyak yang tersingkap dalam arti sedimen lebih tipis atau tidak ada sama sekali.
Ke arah utara dari pulau Singkep, yaitu ke arah pulau Bintan, morfologi dasar laut lebih bergelombang dimana pulau-pulau banyak terdapat di lembar peta 1016 ini. Pulau-pulau tersebut berbentuk memanjang dan tajam-tajam yang biasanya terbentuk dari batuan yang resisten terhadap gelombang laut yaitu batuan dasar Granit. Morfologi dasar laut lebih banyak berputar sejajar pulau-pulau dan kadang-kadang memanjang mengikuti bentuk pulau-pulau yang tidak beraturan. Hanya yang harus diperhatikan di daerah ini yaitu di selatan pulau Bintan adanya morfologi dasar laut yang membulat membentuk lubang-lubang terutama di tenggara pulau Galang, kedalaman laut dapat mencapai lebih dari 60 meter.
Sebaran Pasir Laut
Peta sebaran sedimen permukaan dasar laut yang dibuat pada lembar peta 0817/0818, 0916/0917, 1015 dan 1016 mencakup wilayah propinsi Riau dan sekitarnya. Pembahasan sebaran sedimen ini hanya difokuskan pada keterdapatan sedimen berbutir pasir saja.
Pada lembar peta 0817/0818 dan lembar peta 0916/0917 yaitu untuk daerah pulau Rupat dan sekitarnya hingga pulau Kundur, sebaran sedimen pasir yang lebih dominan terdapat di sebelah barat laut dan utara pulau Rupat walaupun ke arah tenggara ke arah pulau Rupat masih ada hanya tercampur dengan lumpur. Di sebelah barat laut pulau Rupat, selain sedimen berukuran pasir juga terdapat fraksi sedimen yang lebih kasar yaitu kerikil pasiran. Sedimen berukuran pasir ini mempunyai kandungan mineral kuarsa yang tinggi umumnya lebih dari 75 % dan hasil analisis kimia menunjukkan kandungan Si O2 nya lebih tinggi lagi yaitu lebih dari 94 %.
Sebaran sedimen berukuran pasir ini berlanjut di lembar peta 1015 yaitu di sekitar pulau Singkep dan sekitarnya. Di daerah ini sedimen pasir lumpuran sedikit kerikilan lebih mendominasi dimana kandungan mineral kuarsanya juga tinggi dan berukuran sedang hingga kasar. Untuk sedimen berukuran pasir lebih banyak terdapat di pinggir pantai pulau Sumatera. Sebaran sedimen pasir ini juga menyebar ke arah utara yaitu ke arah pulau Bintan (lembar peta 1016) yaitu berupa satua pasir lumpuran, sedangkan satuan pasir terdapat di sekitar pulau Buaya, pulau Abang dan sekitarnya (Gambar 2).
Dari keseluruhan satuan sedimen yang didapat di perairan Riau ini satuan pasir lebih dominan dibandingkan dengan satuan sedimen lainnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa satuan pasir masih terdapat dibawah satuan lanau, lumpur ataupun satuan lainnya.
Dari keseluruhan sebaran sedimen baik yang berukuran pasir (kasar) atau halus sebarannya tergantung dari arus bawah laut dan pasang surut yang banyak mempengaruhi atau mengontrol penyebarannya di perairan Riau dan sekitarnya. Kegiatan arus bawah laut dan pasang surut ini selalu berubah di setiap musim sehingga penyebaran sedimen permukaan dasar laut juga akan berubah di setiap musim.
Berdasarkan kandungan mineral kuarsa yang umumnya mewakili satuan sedimen berukuran pasir ini, maka dapat diperkirakan bahwa asal kandungan mineral kuarsa ini adalah hasil pelapukan dari batuan dasar bersifat Granitik atau batuan meta sedimen (Kuarsit) yang terdapat baik di daratan maupun di perairan sekitarnya dan umumnya membentuk bagian bawah dari pulau-pulau ataupun bukit-bukit bawah laut di sekitarnya. Di beberapa tempat, bagian atas dari pulau-pulau tersebut terbentuk dari terumbu karang dan sedimen Formasi lainnya yang mengandung pasir dimana bagian bawahnya adalah batuan dasar Granit dan meta sedimen.
Hasil Penafsiran Seismik Pantul
Untuk mengetahui ketebalan satuan pasir laut ini terutama secara vertikal tentunya diperlukan data berupa penampang lapisan sedimen maupun batuan dasar yang dihasilkan dari seismik pantul dangkal. Percontohan sedimen yang hanya diambil pada bagian atas dari sedimen permukaan dasar laut ini tentunya ingin diketahui lebih detail lagi dengan ketebalannya. Penampang seismik pantul yang didapat dengan penetrasi sedimen sekitar 50 meter di bawah permukaan dasar laut, sudah cukup untuk membantu penyebaran sedimen pasir secara vertikal dan juga untuk mengidentifikasi adanya endapan fraksi kasar dengan cara melakukan penafsiran dari pola relektor. Satuan pasir yang diketahui melalui percontohan sedimen hanya yang terdapat di permukaan dasar laut dan itu merupakan bagian paling atas dari penampang seismik pantul. Sekuen paling atas atau paling muda dalam penampang tersebut adalah berupa sedimen Resen yang masih aktif dalam sistim pengendapan saat ini. Ciri pola reflektor untuk sedimen permukaan ini biasanya ditandai dengan reflektor transparan dan pada bagian bawahnya dicirikan dengan adanya bidang erosi. Pada bagian bawahnya mempunyai ciri reflektor chaotik yang ditafsirkan sebagai batuan dasar. Pada penampang seismik lainnya terlihat adanya batuan dasar Granit yang dianggap sebagai batuan dasar akustik di seluruh perairan Riau ini yang di beberapa tempat tersingkap atau muncul ke permukaan.
Dari beberapa lintasan yang ada seperti lintasan di selatan pulau Bintan tidak semua menunjukkan adanya lapisan sedimen. Pada lintasan tersebut batuan dasar tersingkap ke permukaan dan ketebalan dari sedimen yang mengandung pasir laut sangat tipis bahkan tidak ada samasekali (Gambar 4). Lapisan sedimen yang diketemukan umumnya mempunyai ketebalan 12 meter dan bahkan mungkin ada yang lebih tebal dari itu, seperti yang terdapat di tenggara pulau Bengkalis mencapai lebih dari 20 meter (M. Salahudin, drr, 2000). Sedangkan ketebalan sedimen Kuarter di daerah pulau Bintan dan Singkep umumnya 10 meteran. Hal ini dikarenakan banyak batuan dasar yang tersingkap ke permukaan sehingga kedalaman lautpun lebih dangkal dibandingkan daerah pulau Bengkalis dan pulau Singkep atau selat Malaka pada umumnya.
Dari data pemboran di perairan Kundur (D. Setiady, drr, 2000) pada lokasi BM1, BM2,BM3 dan BM4 dengan kedalaman bor sedalam 20 meter ditemukan lapisan pasir hampir setebal 20 meter, sehingga jika dilakukan pemboran lebih dalam lagi mungkin akan ditemukan lapisan pasir yang lebih tebal lagi.
Kesimpulan dan Saran
•Peta kedalaman (batimetri) di perairan Riau dan sekitarnya ini mempunyai morfologi dasar laut yang pada umumnya tidak beraturan. Biasanya morfologi dasar laut sejajar mengikuti garis pantai dan jika ada perubahan akibat adanya struktur patahan atau longsoran akan memperlihatkan kelurusan morfologi, tetapi yang terjadi di perairan Riau ini banyak ditemukan lubang-lubang yang lebih disebabkan oleh adanya kegiatan pengerukan atau penyedotan dasar laut untuk menambang pasir laut. Oleh karena itu perlu disarankan jika melakukan pengerukan pasir di dasar laut tidak pada satu titik lokasi tetapi harus merata sehingga walaupun kedalaman laut akan bertambah tetapi morfologinya tidak berubah. Hal ini sangat penting karena biota laut akan terganggu jika morfologi dasar lautnya tidak beraturan.
•Pada umumnya perairan Riau mempunya potensi pasir laut yang sangat berlimpah dibandingkan propinsi lainnya, karena daerah ini mempunyai batuan dasar yang dapat mendukung hal tersebut. Jika pasir laut itu dapat dipisahkan atau dibedakan dengan umumnya pasir biasa, contohnya bila dapat dipisahkan besar butirnya maupun mineralnya, maka pasir laut ini akan bernilai lebih tinggi.
•Sejumlah mineral berat seperti kasiterit, rutil, zirkon dan lainnya terdapat di dalam pasir laut yang dapat memberikan nilai tambah. Untuk itu diperlukan analisa mineral berat pada setiap contoh sedimen pasir yang diambil.
•Sebaran pasir laut secara vertikal dapat ditafsirkan dengan seismik pantul dimana diperkirakan ketebalannya sekitar 6-10 meter dan mungkin lebih karena dari data pemboran ada yang menunjukkan ketebalan hingga 20 meter. Data ini didukung dengan adanya ciri reflektor yang dapat ditafsirkan sebagai fraksi kasar yang terdapat di atas batuan dasar akustik.
•Sumber dari pasir laut ini diduga dari hasil pelapukan batuan dasar atau meta sedimen ataupun sedimen yang kaya akan unsur SiO2 (kuarsa) yang bisanya terdapat dari batuan bersifat Granitik.
•Perlu dibuat suatu peraturan atau batasan daerah mana yang dapat ditambang dan yang tidak dapat ditambang pasir lautnya. Hal ini sangat penting karena jika penambangan pasir ini dilakukan secara tidak beraturan salah satunya akan menyebabkan abrasi pantai atau air laut akan menjadi keruh dan akibatnya biota laut akan rusak dan mati.
DAFTAR PUSTAKA
Brian C. Batchelor, 1983. Late Cainozoic Coastal and Offshore Stratigraphy in Western Malaysia and Indonesia, thesis Ph D, Dept. of Geology, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Deny Setiady, U. Kamiludin, A. Sianipar dan M. Yosi, 2000. Laporan Penyelidikan Mineral Lepas Pantai Perairan P. Kundur dan Sekitarnya, Propinsi Riau, Proyek Penyelidikan Geologi Kelautan, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung, tidak diterbitkan.
M. Salahudin, K. Hardjawidjaksana, Sutisna, A. Makmur, Hartana, N. Sutisna, E. Usman, K.Tri Dewi, L. Arifin, Koesnadi, dan N.A. Kristanto, 2000. Pangkalan Data Geologi dan Geofisika Kelautan Wilayah Propinsi Riau dan Sekitarnya Lembar Peta 0817,0818, 0916,0917, 1015 dan 1016, Proyek Penyelidikan Geologi Kelautan, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung, tidak diterbitkan.
Leave a comment