Konservasi Potensi Mineral Di Perbatasan Indonesia-Singapura, Tinjauan Geologi Kelautan Guna Menunjang Cadangan Mineral Nasional

Penulis Artikel Puslitbang Geologi Kelautan, Ediar Usman

Perairan Batam dan Bintan (LP-1017) merupakan daerah yang memisahkan Indonesia dan Singapura. Bagian selatan merupakan Landas Kontinen Indonesia, sedangkan bagian utara merupakan Landas Kontinen Singapura. Sebagai wilayah perbatasan, daerah ini sangat rawan terhadap konflik kepentingan. Oleh sebab itu, potensi dan konservasi mineral-mineral ekonomis di wilayah tersebut perlu diketahui dalam rangka mendukung integritas wilayah laut nasional. Secara geologi, perairan Batam merupakan daerah jalur granit yang kaya dengan potensi mineral kuarsa dan timah yang berumur Karbon, Perm dan Trias (Cobing, 1992). Kasiterit (timah) terdapat dalam sedimen yang bervariasi mulai lanau hingga kerikil. Pada fotomikrograf memperlihatkan kasiterit berwarna abu-abu hingga putih terang, anisotropic dan translusen pada bagian luar butiran dengan kandungan sebesar 5,5 – 21,6%. Kasiterit dikelilingi oleh fragmen butiran yang lebih besar yang berasal dari butiran batuan yang lepas dan lapuk. Kasiterit juga berada diantara butiran kuarsa dan fragmen batuan. Hasil analisis seismik memperlihatkan sisa-sisa menambangan pasir laut menyebabkan terkurasnya potensi mineral-mineral ekonomis, seperti: timah, mineral berat dan butiran kuarsa. Akibat lainnya adalah pengikisan dasar laut dan abrasi pantai. Untuk itu, maka perlu dilakukan pemetaan mengenai potensi dari mineral-mineral tersebut sebagai dasar dalam kebijakan dalam pemberian izin kuasa pertambangan agar lebih menguntungkan secara ekonomis.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Perairan Batam bagian utara (Lembar Peta 1017) merupakan daerah yang strategis karena posisinya berada pada jalur pelayaran internasional dan memisahkan antara Indonesia – Malaysia dan Indonesia - Singapura. Perairan Batam bagian utara merupakan jalur yang sibuk bukan saja sebagai jalur lalu lintas pelayaran internasional, tetapi juga sebagai jalur pelayaran regular antara Batam – Singapura dan Batam - Malaysia. Disamping itu, perairan Batam bagian utara juga sebagai jalur telekomunikasi (kabel bawah laut) dan pipa migas yang menghubungkan Indonesia dan Singapura.
Perairan Batam bagian utara merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura. Belum seluruh titik-titik batas antara kedua negara telah diratifikasi mengingat adanya perbedaan persepsi mengenai tata cara pembagian batas tersebut. Salah satu isyu penting di perairan Batam adalah, beberapa lokasi di perairan pernah dijadikan sebagai daerah Kuasa Pertambangan pasir laut, padahal, di dalam pasir laut yang kaya kuarsa juga mengandung mineral timah dan logam lainnya yang nilai ekonomisnya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan pasir laut. Disamping itu, aktifitas pengurugan pasir laut di wilayah Singapura cukup tinggi, sehingga garis pantainya juga bertambang maju. Hal ini bukan tidak mungkin Singapura akan menjadikan garis pantai sekarang sebagai dasar dalam penarikan batas wilayah lautnya.
Sebagaimana diketahui, secara geologi, perairan Batam merupakan daerah jalur granit, karena hampir seluruh daerah daratan dan laut dilandasi oleh batuan granit yang kaya dengan potensi mineral kuarsa dan timah. Untuk mengetahui potensi tersebut, maka perlu dilakukan pemetaan mengenai potensi dari mineral-mineral tersebut. Dari data tersebut selanjutnya akan menjadi dasar dalam eveluasi kondisi geologi, potensi energi dan sumber daya mineral dan aspek lainnya yang mendukung kepentingan penentuan batas negara. Disamping itu, kegiatan pemetaan juga diharapkan akan memberikan gambaran perlunya dilakukan konservasi sumber daya mineral, mengingat penjualan galian Gol. C dalam jumlah besar bukan saja merusak lingkungan laut tetapi juga merusak cadangan dan ketersediaan mineral-mineral ekonomis yang terdapat dalam sedimen di dasar laut.
Untuk mendapatkan data-data tersebut, guna mengetahui potensi mineral dan lokasi-lokasi bekas penambangan dipergunakan metoda seismik pantul, percontohan “gravity corer”, analisis ”grain size” dan analisis Sn (kimia dan fotomikrograf).

2. Geologi Regional dan Potensi Mineral
Secara geologi perairan Batam termasuk dalam jalur timur (eastern province) granit Asia Tenggara yang berumur Karbon, Perm dan Trias yang kaya dengan kandungan timah (Cobing, 1992). Granit ini terbentuk pada saat orogenesa Trias yang mengangkat batuan granit ke permukaan sebagai satu rangkaian pulau-pulau timah yang membujur dari daratan Thailand – Malaysia hingga Bangka – Belitung. Jalur timah ini dikenal sebagai Tin Belt of Sumatera yang kemudian dikenal sebagai jalur granit Asia Tenggara. Mineral-mineral plaser yang didominasi oleh timah dan mineral berat tersebut berasal dari batuan granit pada pulau-pulau timah yang terdapat di sekitar perairan LP-1017 yang telah mengalami deformasi dan pelapukan.
Batuan granit di P. Batam dan P. Bintan juga merupakan kesatuan batuan granit yang terdapat di Peninsula Malaysia yang melampar hingga ke Kalimantan Barat. Ciri-ciri batuan beku granit ini adalah: berwarna abu-abu kemerahan hingga kehijauan, berbutir kasar dengan komposisi feldspar, kuarsa, hornblende dan biotit. Mineral utama umumnya adalah bertekstur primer dan membentuk suatu pluton batholit bertipe asam yang tersingkap dengan baik di di daratan P. Batam dan P. Bintan.
Sedangkan batuan sedimen yang terdapat di perairan P. Batam dan P. Bintan adalah dari Formasi Goungan yang terdiri dari batupasir tufaan berwarna keputih-putihan dengan butir yang halus hingga menengah membentuk laminasi sejajar. Batuan lainnya adalah batulanau umumnya dijumpai sebagai tuf dasitan dan tuf lithik feldspatik berwarna putih, halus, setempat-setempat berselingan dengan batupasir dan penyebaran hamper di seluruh perairan P. Batam dan P. Bintan.

HASIL PEMETAAN
Kegiatan pemetaan yang dilakukan adalah untuk mengetahui penyebaran dan kesatuan geologi antara P. Batam dan P. Bintan dengan geologi bawah permukaan di daerah perbatasan Indonesia dan Singapura, sehingga diharapkan akan menjadi dasar dalam mempertahankan integritas wilayah laut nasional. Hasil yang diperoleh adalah 1.360 km lintasan pemeruman dan seismik, 262 lintasan geomagnet dan 81 lokasi sampling sedimen. Untuk mendapatkan kondisi geologi dan potensi mineral di daerah perbatasan, lintasan diambil tegak lurus (utara – selatan) terhadap P. Batam dan P. Bintan. Namun karena padatnya lalu lintas pelayaran di Selat Phillip yang memisahkan Indonesia dan Singapura, maka beberapa lintasan tidak dapat diambil dan dilakukan pengambilan dengan arah barat – timur sejajar dengan alur pelayaran.

1. Peta Geologi Kelautan Lembar 1017
Kondisi geologi perairan Batam perlu dipetakan untuk mendapatkan data mengenai batuan dan sedimen sebagai sumber mineral. Kondisi geologi kelautan (batuan, sedimen dan struktur geologi) di daerah pemetaan (LP-1017) diperoleh dari hasil interpretasi rekaman seismik yang dikorelasikan dengan hasil sampling sedimen dasar laut dan geologi di darat (formasi batuan di P. Batam dan P. Bintan). Hasil interpretasi seismik dalam bentuk Peta Geologi Kelautan tersebut dapat memberikan gambaran tentang penyebaran batuan dan sedimen di LP-1017 sebagai perangkap mineral-mineral ekonomis. Batuan umumnya terdiri-dari granit, metasedimen dan kuarter.
Batuan Dasar (batuan granit)

Batuan granit merupakan batuan yang mendasari seluruh perairan P. Batam dan P. Bintan, di beberapa tempat batuan granit muncul ke permukaan dasar laut sebagai intrusi. Sebagian lintasan seismik baik di bagian utara maupun di bagian selatan daerah pemetaan makin ke arah dasar, karakter pantulan makin menipis, kecuali batuan dasar yang ditunjukkan oleh reflektor bebas pantul muncul ke permukaan membentuk tonjolan yang tajam.
Kondisi ini disebabkan oleh kerasnya batuan penyusun berupa granit serta pengaruh runtunan bagian atas yang berupa endapan bersifat lepas, sehingga energi menghilang tanpa pantulan. Di daerah ini batas atas sebagian tertutup oleh karakter pantulan berulang (multiple), sehingga horizon pantulannya sulit diidentifikasi.
Karakter pantulan internal pada batuan dasar berpola berbintik kacau (chaotic), seragam (homogen), kuat di bagian atas (permukaan), sedangkan semakin ke bawah (dalam) semakin melemah bahkan sebagian membentuk bebas pantul (free reflector). Batas antara batuan dasar (granit) dengan lapisan di atasnya berpola membaji (onlap), kecuali pada daerah batuan granit yang muncul ke atas permukaan laut memotong metasedimen dan sedimen kuarter berbentuk lancip seperti rekaman seismik pada lintasan L-117.

Secara umum, hasil rekaman seismik memperlihatkan bahwa batuan dasar cukup dangkal dari permukaan dasar laut, bahkan di beberapa tempat muncul ke atas permukaan laut. Di daerah lembah sekitar bagian utara bidang sesar, granit sebagai batuan dasar muncul ke permukaan.
Pada beberapa kenampakan di seismik, hasil pengambilan contoh sedimen dan analisis kandungan mineral; batuan granit tersebut telah mengalami pelapukan dan erosi di bagian permukaan. Kenampakan ini ditunjukkan pula oleh bagian permukaan granit yang sudah tidak lancip; umumnya sudah datar. Hasil ini menguatkan dugaan bahwa batuan granit di dasar laut merupakan salah satu sumber pasir laut dan mineral ekonomis di perairan P. Batam dan P. Bintan.
Metasedimen dan Kuarter
Batuan metasedimen umumnya mempunyai karakter pantulan internal “parallel” hingga sub-paralel, dengan amplitudo relatif sedang. Secara geologi batuan metasedimen berumur lebih tua dan telah mengalami tekanan yang bersifat kompresi dan kompaksi akibat proses tektonik regional sehingga runtunan membentuk pola perlipatan, sesar dan lembah.
Di bagian timur daerah pemetaan, batuan metasedimen membentuk dataran dengan ciri-ciri reflektor “sub-paralel” dan berbukit-bukit yang mengidentifikasikan bahwa bentuk tersebut mengalami kompresi yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian utara P. Batam dan P. Bintan yang berbatasan dengan Singapura.
Batuan metasedimen yang ditunjukkan oleh reflektor yang terlipat, bila dikorelasikan dengan batuan di darat (P. Batam dan P. Bintan), batuan tersebut merupakan kelanjutan dari Formasi Goungan (QTg) yang terdiri dari perselingan batupasir tufaan berwarna keputih-putihan, batupasir halus dan menengah membentuk laminasi sejajar. Sisipan batulanau umumnya dijumpai tuf dasitan dan tuf litik feldspatik berwarna putih, halus dan setempat berselingan dengan batupasir.
Sedimen kuarter umumnya mempunyai karakter pantulan internal “parallel” hingga “sub-paralel”, dengan amplitudo relatif rendah - sedang dan di beberapa lintasan tidak menerus. Secara geologi sedimen kuarter ini belum mengalami tekanan yang bersifat kompresi, relatif masih muda dan belum kompak sehingga runtunan membentuk pola sejajar.
Di bagian timur daerah pemetaan, sedimen kuarter membentuk dataran dengan ciri-ciri reflektor “paralel” dan laminasi sejajar mengidentifikasikan bahwa bentuk tersebut diendapkan dalam lingkungan pengendapan dengan energi rendah hingga sedang (laut tenang). Kontak antara sedimen kuarter dengan di bawahnya adalah tidak selaras, dibatasi oleh suatu kontras pantulan yang lemah hingga sedang dan di beberapa lokasi tidak menerus. Hal ini ditunjukkan oleh contoh rekaman pada lintasan L-20 yang terletak di bagian timur daerah pemetaan

2. Sedimen Dasar Laut (Pasir Laut)
Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada 81 lokasi yang meliputi perairan bagian barat dan utara P. Batam serta perairan bagian utara dan timur P. Bintan. Bagian tengah daerah pemetaan termasuk dalam perairan Selat Phillip, di bagian barat berbatasan dengan Selat Malaka dan bagian timur berbatasan dengan Laut Natuna. Hasil analisis Besar Butir (Folk, 1980), diperoleh 12 satuan tekstur sedimen dengan butiran mulai lumpur hingga kerikil. Rata-rata merupakan pasir laut berukuran pasir halus hingga kerikil (Gambar 3).
Secara umum sedimen yang terdapat di daerah pemetaan merupakan fraksi kasar dengan ukuran yang didominasi oleh pasir ukuran sedang hingga kerikil. Kondisi ini disebabkan oleh geologi daerah pemetaan merupakan daerah granit yang kaya dengan mineral kuarsa dan endapan ubahan lainnya seperti: kaolin dan tanah teroksidasi berwarna kemerahan. Dominannya mineral kuarsa menunjukkan tipe batuan induk adalah asam. Disamping itu, kondisi arus yang kuat yang bergerak mengikuti alur Selat Malaka menyebabkan sedimen fraksi halus akan terbawa oleh arus, hanya fraksi kasar yang diendapkan di perairan daerah pemetaan. Oleh sebab itu, daerah pemetaan kaya dengan potensi pasir laut.
Hasil analisis mikroskopis memperlihatkan bahwa sedimen permukaan dasar laut di daerah pemetaan berkaitan dengan sedimen yang terdapat di darat dan laut, seperti pasir (pasir kuarsa) yang berasal dari darat dan pasir mengandung pecahan cangkang foram yang berasal dari laut. Oleh sebab itu kajian tentang sebaran sedimen dasar laut berkaitan pula dengan kajian kondisi geologi di darat dan laut serta kondisi kestabilan garis pantai terhadap abrasi.
Butiran yang dominan adalah pasir kuarsa dan campuran kerikil dan cangkang serta batulempung kaolinit; umumnya terkonsentrasi di bagian timur daerah pemetaan. Gejala ini dapat diinterpretasikan sebagai hasil pelapukan batuan sedimen yang tertutup oleh endapan marin di atasnya. Gejala ini menunjukkan pula bahwa pada bagian ini endapan marin terlalu tebal, hal ini sangat berbeda dengan lamparan sedimen di bagian barat yang didominasi oleh sedimen fraksi halus.

3 Potensi Timah
Analisis Kimia
Pemeriksaan terhadap unsur logam pada contoh sedimen terpilih dilakukan untuk mendapatkan data kandungan mineral ekonomis dalam sedimen dasar laut (lanau – kerikil) dalam bentuk unsur-unsur kimia. Unsur-unsur yang diperiksa adalah Sn dan SiO2 yang diduga banyak terdapat di perairan LP-1017 (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil analisis unsur Sn dan sedimen dasar laut LP-1017 Batam – Riau Kepulauan.

No Lokasi Contoh Sn
(ppm) Tekstur Sedimen
1 1017-12 30 Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS
2 1017-14 120 Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS
3 1017-15 10 Pasir Kerikilan, gS
4 1017-17 20 Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS
5 1017-22 10 Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM
6 1017-26 70 Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS
7 1017-27 80 Pasir Kerikilan, gS
8 1017-30 60 Pasir Kerikilan, gS
9 1017-35 10 Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS
10 1017-42 20 Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS
11 1017-69 30 Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS
12 1017-75 150 Pasir Sedikit Kerikilan, (g)S
13 1017-79 40 Kerikil Pasiran, sG
14 1017-81 100 Lanau Pasiran, sZ
METODE AAS Folk, 1980

Mineral yang cukup penting di daerah pemetaan adalah kandungan unsur Sn (timah) dan unsur dari mineral-mineral ekonomis lainnya (Fe, Mg dan Mn). Oleh sebab itu selain analisis kandungan unsur Sn juga dilakukan analisis unsur-unsur utama (Fe, Mg dan Mn). Untuk membuktikan lebih lanjut kandungan timah, dilakukan analisis fotomikrograf.
Kandungan rata-rata tertinggi adalah Fe yang disusul oleh Mg, Mn dan Sn. Kandungan Sn berkisar antara 10 - 150 ppm; Sn tertinggi terdapat di lokasi 1017-75 dengan kandungan 150 ppm dan terendah di lokasi 1017-15 & 35 dengan kandungan 10 ppm. Hasil ini memberikan dugaan yang kuat, bahwa perairan P. Batam dan P. Bintan kaya dengan mineral timah. Pada pemetaan ini, mungkin saja kandungan unsur-unsur yang dianalisis masih relatif kecil, namun bila dilakukan eksplorasi dan pemboran, maka konsentrasi dari unsur-unsur tersebut akan lebih tinggi. Oleh sebab itu, perizinan penambangan pasir laut di daerah pemetaan tidak hanya terbatas pada endapan pasir laut, tetapi beberapa mineral tertentu juga terdapat di dalam sedimen tersebut yang mempunyai nilai ekonomis yang lebih besar.

Analisis Fotomikrograf Timah dan Mineral Penyerta
Analisis petrografi dalam format fotomikrograf memperlihatkan adanya kandungan kuarsa, mineral berat dan kasiterit (timah) 10,3 – 21,6%. Analisis ini dapat mendukung analisis sebelumnya yang menunjukkan adanya kandungan timah dan mineral penyerta lainnya (magnetit, limonit dan fragmen batuan). Data ini akan memberikan indikasi bahwa dalam sedimen permukaan yang selama ini ditambang sebagai galian Gol. C mengandung mineral-mineral yang bernilai ekonomis.
Pada fotomikrograf memperlihatkan kasiterit berwarna abu-abu hingga putih terang, anistropic dan translusen pada bagian luar butiran dengan kandungan sebesar 5,5%. Kasiterit dikelilingi oleh fragmen butiran yang lebih besar yang berasal dari butiran batuan yang lepas dan lapuk (lihat lampiran). Kasiterit juga berada diantara butiran kuarsa dan fragmen batuan. Hampir seluruh permukaan fotomikrograf memperlihatkan kehadiran mineral berat dari jenis magnetit dan limonit serta fragmen batuan dan material organik (cangkang kerang dan fosil) walaupun dalam jumlah yang terbatas.
Mineral magnetit pada umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, isotropic, sebagian hadir sebagai butiran bebas, sebagian yang berbutir lebih halus terikat dalam fragmen batuan. Sedangkan limonit berwarna abu-abu keruh, sebagian berikatan dengan fragmen batuan dan sebagian sebagai butiran bebas. Namun secara umum perbedaan antara magnetit dan limonit adalah pada warna, sedangkan persamaan adalah sama-sama berikatan dengan fragmen batuan.

DISKUSI: Zonasi & Konservasi Mineral
Sisa Penambangan Pasir Laut
Hasil analisis rekaman seismik di perairan P. Batam menunjukkan adanya bekas-bekas penambangan pasir laut. Pada bagian atas memperlihatkan bagian yang terkupas akibat penambangan dengan peralatan yang mempunyai daya hisap yang besar.

Bagian yang telah ditambang diperkirakan mecapai ketebalan antara 10-20 meter dari permukaan dasar laut. Bahkan dengan menggunakan peralatan penghisapan yang besar, kedalaman akibat penambangan dapat mencapai lebih besar. Di bagian utara dan timurlaut, pada saat pengambilan contoh sedimen dilakukan, bagian ujung “gravity corer” langsung menyentuh batuan yang lebih keras dan butiran/fragmen yang kasar. Hal ini menunjukkan, bahwa sedimen kuarter sudah menipis akibat penambangan, hingga menembus batuan dasar (granit).
Secara geologi, sedimen kuarter di Paparan Sunda (Sunda Shelf) merupakan sedimen dengan ciri-ciri reflektor yang didominasi oleh bentuk “progradation", yang berumur Pleistosen atau sekitar 1,8 juta tahun (Yoo and Park 2000). Untuk mengembalikan kondisi pasca penambangan yang membentuk cekungan terisi kembali (sedimentasi) memerlukan waktu yang cukup lama bahkan bisa mencapai ribuan hingga jutaan tahun.

Konservasi Mineral
Potensi timah, mineral berat (magnetit & limonit) dan kuarsa di perairan Batam cukup besar dan prospek untuk kegiatan eksplorasi/eksploitasi. Kandungan timah pada beberapa analisis kimia dan petrografis memberikan harapan jika dilakukan pemboran lebih dalam di daerah-daerah yang prospek, maka kandungan akan lebih besar dibandingkan hasil analisis yang terbatas pada sedimen permukaan saja.
Bila penambangan pasir laut tanpa konservasi mineral-mineral yang mempunyai nilai lebih ekonomis, maka cadangan dan ketersediaan mineral nasional akan ikut terkuras tanpa memberikan masukan dalam artian ekonomi kepada negara. Oleh sebab itu, perlu langkah konservasi dan perhitungan secara ekonomis mineral-mineral pada perizinan penambangan pasir laut di perairan manapun di Indonesia. Sebab bukan tidak mungkin di dalam pasir laut tersebut terkandung mineral-mineral yang jauh lebih besar nilai ekonomisnya seperti: emas, timah, perak, radioakhif dan tanah jarang.
Langkah yang perlu dilakukan adalah penetapan daerah-daerah konservasi mineral dan daerah-daerah dengan perizinan penambangan mineral ekonomis tertentu. Untuk itu perlu dibuat zona-zona konservasi mineral-mineral yang bernilai ekonomis, sehingga dalam pemberian perizinan penambangan pasir laut harus memperhatikan keekonomian dari mineral-mineral tersebut. Demikian pula dalam hal pengawasan perlu diperketat, sehingga penambangan pasir laut di luar daerah yang diizinkan atau pada daerah-daerah konservasi harus dilakukan penindakan secara hukum.

KESIMPULAN
Potensi kuarsa, timah dan mineral berat dalam sedimen dasar laut cukup besar. Hasil analisis kimia dan fotomikrograf sebagai identifikasi awal memperlihatkan kandungan timah berkisar antara 10 – 150 ppm. Apabila analisis dilakukan pada daerah-daerah dengan konsentrasi Sn yang lebih besar, maka kandungan Sn akan lebih besar. Oleh sebab itu dalam pemberian perizinan Kuasa Pertambangan (KP) pasir laut, kandungan mineral-mineral tersebut perlu menjadi pertimbangan secara ekonomis. Dengan demikian diharapkan cadangan mineral nasional akan tetap terjamin secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Cobing, EJ., 1992, The granite of the South-Easth Asian Tin Belt, British Geological Survei, London.
Folk, R.L., 1980, Petrology of Sedimentary Rocks, Hamphill Publishing Company Austin, Texas. 170 P.
Gretchen Luepke, 1984, Stability of Heavy Minerals in Sediment, U.S. Geologocal Survey Menlo, California. Herbert S. Zim, Rocks and Minerals, Western Publishing Company. Inc.
Priyono, A., 2000, Kumpulan Bahan-Bahan Kuliah Interpretasi Geologi Seismik - Program Pascasarjana (S2) ITB, Bandung, tidak dipublikasikan.
Sangree, JB. and JM. Wiedmier, 1979, Interpretation Facies from Seismic Data, Geophysic 44, N.2, p.131.
Sherif, RE., 1980. Seismic Stratigraphy, International Human Resources Development Corporation, Boston, P.222.
Yoo, DG. and SC. Park, 2000, High Resolution Seismic Study as a Tool for Sequence Stratigraphic Evidence of High Frequency Sea Level Changes: Latest Pleistocene-holocene Example from Korea Strait, Journal of Sedimentary Research, Vol 70 No. 2 p.296-309.

Leave a comment

Full HTML

  • Web page addresses and e-mail addresses turn into links automatically.
  • Lines and paragraphs break automatically.

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Web page addresses and e-mail addresses turn into links automatically.
  • Lines and paragraphs break automatically.