Hasil deliniasi (penggambaran hal penting dengan garis dan lambang pada peta) klaim Landas Kontinen Indonesia (LKI) atas wilayah Utara Papua yang siap diajukan ke Persatuan Bangsa -Bangsa (PBB) seluas 112.897,5301 Km2 atau hampir setara luas Pulau Jawa (128,297 km²). Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Dr. Ediar Usman pada Focus Group Discussion (FGD) Perkembangan Pengaturan Hukum Internasional Terkait Aktivitas di Kawasan Dasar Laut Internasional (The Area) oleh International Seabed Authority (ISA) dan Penyusunan Posisi Nasional Terkait Marine Biological Biodiversity of Area Beyond National Jurisdiction (BBNJ) di Yogyakarta, 19-22 Juni2017.
Hasil deliniasi merupakan tindak lanjut peran strategis klaim wilayah Utara Papua, telah dilaksanakan pertemuan trilateral antara Indonesia, Papua New Guinea dan Mikronesia pada 16-17 Mei 2013 di Canberra, Australia. Pada pertemuan ini, data hasil survei Kapal Riset Geomarin III menjadi sumber sangat penting sebagai data primer dan rujukan, karena Papua New Guinea dan Mikronesia tidak mempunyai data seismik di wilayah klaim landas kontinen ini.
Potensi penambahan klaim landas kontinen tidak hanya sekedar penambahan luas wilayah, tetapi juga memiliki prospek potensi sumber daya, baik sumber daya biotik maupun abiotik. Potensi energi dan sumber daya mineral di wilayah LKI dan International Seabed Authority (ISA) di bidang energi berupa shale gas, gas hidrat; di bidang mineral berupa polymetallic nodules (tembaga, kobal, nikel, mangan) dan polimetallic carbonates (seng, emas, perak).
Pada acara yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri ini, Dr. Ediar Usman berpendapat, Indonesia perlu mengembangkan teknologi survei laut dalam (ISA), dan perlu mengusulkan wilayah ISA Indonesia agar dapat berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Saat ini Indonesia belum mempunyai data di ISA yang memiliki otorita dasar laut internasional. Dr. Ediar Usman juga mengharapkan perlu pendanaan khusus untuk LKI dan ISA dan menambah wilayah LKI di Barat Sumatera dan Selatan Jawa.
Indonesia sudah diminta untuk mengusulkan wilayah potensi ISA berdasarkan hasil data DeepSee Drilling Project (DSDP) PPPGL dengan asumsi di daerah oseanik seperti di Laut Banda. Potensi ISA terdapat di Barat Sumatera, Selatan Jawa dan Utara yaitu berupa tembaga, kobal, nikel dan mangan, seng, emas dan perak.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL telah melakukan berbagai penelitian guna menunjang klaim landas kontinen wilayah NKRI, di antaranya Samudera Hindia sebelah Barat Aceh, Selatan Jawa dan Samudera Pasifik sebelah Utara Papua. Wilayah Samudera Hindia sebelah Barat Aceh telah selesai disubmisi dan diakui sebagai wilayah landas kontinen Indonesia seluas 4.209 km2.
Wilayah landas kontinen dan ISA lain yang berpotensi diusulkan adalah wilayah Samudera Indonesia (Barat Sumatera dan Selatan Jawa) , Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan wilayah Samudera Pasifik di sebelah Utara Papua. Penelitian landas kontinen (LK) Utara Papua menggunakan Kapal Survei Geomarin III pada tahun 2012 dan 2014. Hasil survei Kapal Riset Geomarin III telah mendapatkan sejumlah lintasan seismik dan sampel sedimen dasar laut.
Selain klaim landas kontinen di wilayah yang berbatasan lansung dengan teritorinya, saat ini berbagai negara berlomba untuk mengklaim perairan internasional di luar wilayahnya. Singapura, Tonga, Marawa, Korea, Inggris dan negara lainnya telah mendapatkan konsesi di Clarion-Clipperton Fracture Zone. India dan Srilangka telah mengklaim di wilayah Samudera Hindia. Indonesia juga dapat mengajukan klaim ISA di luar batas teritorinya, seperti di Samudera Hindia wilayah Barat Aceh di luar LKI. Pada daerah ini, Indonesia telah memiliki dua titik pemboran, namun belum memiliki data penunjang lainnya, seperti seismik. Pengajuan klaim wilayah di luar LKI dilakukan melalui tahapan prospecting, exploration, exploitation.
Kementerian ESDM memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegiatan tersebut dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin III. Jika dibandingkan dengan luas wilayah lautan, tentunya diperlukan wahana survei tambahan berupa kapal riset yang memiliki kemampuan dan teknologi lebih tinggi. Koordinasi antar kementerian dan lembaga dan pendanaan riset/penelitian khusus di daerah LKI dan ISA patut diupayakan guna mendukung kemandirian bangsa dalam penguasaan maritim. Seperti disampaikan Ahli Hukum Laut Internasional, Prof. Hasyim Djalal, “sampai sejauh mana Indonesia berhak atas continental margin di luar 200 mil laut?”.
(Bidang Afiliasi dan Informasi/Ipunk-ER)
Leave a comment