I. W. Lugra, A. Wahib, Y. Darlan dan R. Zuraida - Puslitbang Geologi Kelautan
Sari
Perkembangan pemanfaatan daerah pesisir pantai Sumbawa Barat sejak 7 tahun terakhir menjadi sangat pesat baik sebagai daerah hunian, pertambakan, budidaya laut maupun sebagai daerah tujuan wisata.Bagian utara daerah telitian yaitu daerah Labuan Tano sampai Labuan Sepakek, Kecamatan Seteluk, berkembang pesat sebagai lahan pertambakan, sedangkan di bagian tengah yaitu di Teluk TaliwangKecamatan Taliwang, pesisir dan laut dimanfaatkan untuk budidaya laut (kerang mutiara) yang diusahakansecara modern. Di bagian selatan yang berkembang sebagai kota wisata adalah Desa Maluk, Kecamatan Jereweh. Perkembangan Desa Maluk ini tidak disertai oleh daya dukung lingkungan dan perencanaan yang terpadusehingga cepat atau lambat akan membawa dampak lingkungan yang negatif,baik di pesisir maupun di laut.Beberapa daerah yang direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata pantai dan laut adalah bagian selatan Labuan Sepakek, Lb. Balat, Teluk Kertasari, Teluk Benette, Teluk Jelenga dan Maluk,sedangkan Labuan Tentong, dan bagian utara Tg. Kertasari cocok untuk dikembangkan sebagai tempat budidaya tambak dengan memperhatikan kelestarian lingkungan
Peluang Pengembangan Wilayah Pesisir Pantai Sumbawa Barat,
Nusa Tenggara Barat Ditinjau dari Aspek Karakteristik dan
Gejala Perubahan Garis Pantai
Abstract
Since the last 7 years, the developing use of the coastal area of West Sumbawa very rapidly increase as the fishponds, sea estates and tourism objects. The northern part of the study area, from Labuan Tano to Labuan Sepakek kecamatan Seteluk rapidly develope as the fishpond areas, while in Taliwang Bay Kecamatan Taliwang, the coastal and sea are used for sea estate by using modern technology. The southern part of the study area, developes as a tourism city at Desa Maluk, Kecamatan Jereweh. The developing of Desa Maluk is not supported by the environmental carrying capacity and the integrated programme, therefor soon or latter it will bring the bed environmental impacts on the coastal or sea areas. Some areas that recommended to be developed as the tourism objects, are the southern part of Labuan Sepakek, Labuan Balad, Kertasari Bay, Bennette Bay, Jelenga Bay and Maluk, while Labuan Tetong in the northern part of Kertasari Bay is suitable to be developed for fishponds estate with a sustainable environmental consideration.
Pendahuluan
Secara administratif daerah telitian termasuk ke dalam Wilayah Kabupaten Sumbawa yang meliputi 3 kacamatan, yaitu Kecamatan Seteluk, Taliwang dan Jereweh yang dibatasi oleh koordinat 116O40’ – 116O55’ BT dan 08O30-09O00’ LS, seluas lebih kurang 740 Km2. dengan panjang garis pantai lebih kurang 90 km. Sejak tahun 1994 pembangunan kelautan di Indonesia telah mendapat prioritas penting dengan imasukannya sektor kelautan dalam pembangunan bidang ekonomi. Seiring dengan itu terjadi perkembangan yang signifikan dalam pemanfaatan wilayah pesisir baik sebagai tempat hunian, budidaya perikanan maupun daerah tujuan wisata. Perencanaan pengembangan wilayah pesisir tidak terlepas dari informasi yang berkaitan dengan unsur-unsur potensi pantai seperti karakteristik pantai, sebaran sumberdaya alam, proses pantai, serta efek parameter oseanografi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam perkembangan wilayah pesisir ditinjau dari gejala perubahan garis pantai berdasarkan energi fluks gelombang memanjang pantai, dan karakteristik dari garis pantai Barat Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam rangka pengembangan wilayah pesisir adalah:
1. Perencanaan tata ruang daerah yang terintegrasi dengan kawasan pesisir.
2. Penggunaan lahan yang sesuai dengan daya dukung/tata ruang agar dapat meminimumkan dampak yang akan terjadi.
3. Pengembangan wilayah pesisir yang memperhatikan aspek geologi dan geofisika marin.
4. Pengembangan wilayah yang berwawasan lingkungan
FISIOGRAFI DAN GEOLOGI STRUKTUR
Pulau Sumbawa memanjang dengan arah timur-barat dan tersayat oleh beberapa lembah yang berarah utama timurlaut - baratdaya dan baratlaut - tenggara. Teluk Saleh merupakan lekuk terbesar dan membagi Pulau sumbawa ini menjadi dua bagian, yaitu Sumbawa Barat dan Timur (Sudrajat, 1974). Bagian utara pulau terdiri atas jalur gunungapi Kuarter dengan puncak tertinggi 2851 m yakni Gunung Tambora. Bagian selatan terdiri dari punggunganpunggungan yang kasar dan tidak beraturan, tersayat oleh sistem perlembahan berarah utama timur laut-baratdaya. Ketinggian perbukitan berkisar antara 800 – 1400 m di atas permukaan laut. Struktur yang berkembang di Pulau Sumbawa umumnya berupa patahan yang berarah barat laut - barat daya.
Stratigrafi
Berdasarkan Peta Geologi dan Potensi Bahan Galian Nusa Tenggara Barat Lembar Lombok dan Sumbawa Suratno, 1994), daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 7 batuan yang berumur Miosen sampai Resen. Adapun urutan stratigrafi batuan dari muda ke tua adalah sebagai berikut:
Endapan Alluvium, dan Pantai (Qa)
Satuan endapan ini tersusun dari lempung, batu pasir berbutir halus sampai kasar, kerikil, lempung dan pasir lantai yang umumnya menempati daerah pesisir bagian utara sampai tengah daerah penelitian, yang merupakan sedimen Resen.
Batu Gamping Koral (Ql)
Endapan ini berupa batugamping koral sebagian kompak dan sebagian bersifat breksi, bagian bawahnya terdiri dari konglomerat dengan komponen andesit, piroksen andesit dan andesit berongga yang mengandung matrik pasir, batupasir dan lapisan tipis pasir magnet. Batugamping koral tersingkap dengan jelas di Pulau Belang yang diperkirakan berumur Pleistosen. Penyebarannya satuan ini terbatas hanya pada gugusan pulau-pulau kecil tanpa penghuni di bagian utara daerah penelitian.
Endapan Gunungapi Muda (Qv)
Satuan endapan ini terdiri dari breksi bersifat andesit dengan lapisan-lapisan tufa pasiran, lahar dan tufa batu apung. Endapan ini tersingkap di sebelah timur Kecamatan Seteluk.
Endapan Hasil Gunung Api Tua (Qvt)
Satuan endapan ini terdapat di bagian utara Kecamatan Seteluk, timur laut Kecamatan Taliwang dan di bagian tenggara dari Kecamatan Jereweh. Satuan endapan ini tersusun dari breksi bersifat andesit dengan lapisan- lapisan tufa pasiran, dan tufa batuapung yang diperkirakan berumur Pliosen.
Batu Gamping Tufaan
Satuan endapan ini menempati daerah Tanjung Kerta Sari, Tanjung Beru, Kecamatan Jereweh, bagian tenggara Maluk, di bagian timur laut Kecamatan Taliwang. Satuan endapan ini terdiri dari terumbu koral terangkat, batugamping, lempung tufaan, batugamping berkoral, batuan hasil gunungapi, batulempung dan batupasir gampingan yang diperkirakan diendapkan pada zaman Miosen Atas.
Batu Hasil Gunung Api
Endapan ini sebagian besar menutupi bagian utara daerah penelitian, terutama daerah sekitar Kecamatan Seteluk dan sekitar Kecamatan Jereweh di bagian selatan. Satuan endapan ini terdiri dari breksi bersifat andesitan dengan lapisan-lapisan tufa pasiran, tufa batuapung, pasir tufaan beberapa tempat mengandung lava, lahar dan basalt. Satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah.
Batuan Terobosan (Batuan Retas)
Batuan terobosan ini banyak tersingkap di bagian selatan daerah penelitan yaitu sebelah timur Maluk, sedangkan di bagian tengah dan utara tersingkap di daerah Kampung Seteluk, bagian selatan Labuan Tano, dan bagian timur Tanjung Belesun. Umumnya batuan terobosan ini berupa intrusi dangkal yaitu dasit, andesit, dan basalt, yang diperkirakan berumur Miosen Tengah. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa batuan yang diterobos berumur Miosen Bawah yaitu Batuan Gunung Api Tua. Dasit dan andesit umumnya mengandung pirit.
METODE PENELITIAN
Gejala perubahan garis pantai berdasarkan energi fluks gelombang memanjang pantai didasarkan pada pendekatan teori dari Sverdrup, Munk dan Bretchneider (SMB, 1952), yaitu dengan cara memisahkan anginangin kuat sebagai pembangkit gelombang yang mempunyai kecepatan di atas 10 knots dari segala arah. Panjang tiupan angin (fetch) ditentukan dari peta sinoptik yang menggambarkan garis-garis isobar, tetapi dalam perhitungan ini panjang fetch dihitung dari jarak pengaruh angin di permukaan laut yang dianggap sebagai daerah penjalaran
gelombang menuju pantai. Gelombang yang terjadi dianggap menjalar searah dengan arah angin pembangkit gelombang, sedangkan arah angin dominan ditentukan dari diagram Windrose bulanan dan tahunan. Dalam perhitungan energi fluks gelombang memanjang pantai, diaplikasikan pendekatan empiris matematika dari persamaan kecepatan gelombang, persamaan potensial Lapplace dan persamaan energi gelombang yang disederhanakan dan dimodifikasi oleh Tsuchiya (1974) yang menghasilkan persamaan sederhana sebagai berikut :
Pls = 0,09352 nH2Tsin2 α dalam satuan Ft- Lbs/sec/Ft
dimana :
n = frekuensi angin permukaan, H = tinggi gelombang signifikan, T = tinggi gelombang signifikan, α = sudut rambat gelombang terhadap normal pantai
Hasil perhitungan dan pengukuran di lapangan menunjukan bahwa banyaknya
endapan pantai yang terangkut oleh energi fluks gelombang memanjang pantai adalah berbanding lurus dengan besarnya energi fluks (Komar, 1964). Pemetaan karakteristik pantai dilakukan sepanjang pantai daerah telitian. Unsur-unsur yang dipetakan mengacu kepada Klasifikasi Dolan, et al. (1975) yang meliputi jenis batuan (litologi), morfologi (relief) karakter garis pantai (shoreline character) serta proses dominan yang terjadi. Seluruh kegiatan penelitian ini menggunakan sistem penentu posisi Global Positioning System(GPS) Magellan M500Pro.
HASIL PENELITIAN
Analisis Data Angin
Angin merupakan salah satu faktor pembangkit gelombang laut, dengan batasan
bahwa angin yang bertiup dengan kecepatan konstan dan melalui lintasan berupa garis lurus. Kecepatan angin minimum yang dapat membangkitkan gelombang laut secara teoritis adalah di atas 10 knot (SMB, 1952). Analisis data angin permukaan dilakukan melalui pemisahan frekuensi angin-angin kuat di atas 10 knot pada setiap arah dalam setiap bulan, kemudian dihitung persentasenya untuk setiap bulan selama 5 tahun. Data angin yang digunakan adalah data angin dari Stasion Meteorologi dan Geofisika Pelabuhan Udara Selaparang Mataram, Lombok, yang dipublikasikan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta tahun 1992-1996. Hasil pemisahan angin-angin kuat selama lima tahun digunakan sebagai acuan dalam perhitungan energi fluks gelombang sepanjang pantai (Tabel 1).
Dari tabel tersebut di atas terlihat jelas bahwa angin-angin kuat yang paling berpengaruh terhadap pembangkit gelombang adalah dari arah utara, tenggara, selatan, barat dan barat laut.
Energi Fluks Gelombang Memanjang Pantai.
Perhitungan energi fluks gelombang memanjang pantai dilakukan di 34 lokasi titik tinjau yang dapat mewakili sepanjang pantai daerah telitian dengan hasil perhitungan berupa kurva energi fluks gelombang total (gambar 1). Bila kurva tersebut di padukan dengan peta kerja sesuai dengan lokasi titik (Gambar 2), maka kawasan sepanjang pantai daerah telitian dapat diprediksi akan mengalami proses abrasi, akresi dan stabil dengan gambaran umum sebagai berikut : Apabila energi fluks dari satu titik tinjau ke titik tinjau lainnya bertambah, maka proses yang terjadi dinyatakan sebagai proses abrasi. Bila energi fluks dari satu titik tinjau ke titik tinjau lainnya berkurang maka proses yang terjadi dinyatakan sebagai proses akresi, sedangkan bila energi fluksnya tetap dari satu titik tinjau ke titik tinjau lainnya maka dapat dinyatakan dalam kondisi stabil. Dari hasil analisis kurva energi fluks gelombang tersebut maka dapat diprediksi gejala perubahan garis pantai sebagai berikut :
Pantai yang mengalami akresi adalah :
Daerah Lanuhan Tano (titik tinjau 1 –5), daerah Tanjung Blusun (titik tinjau 9 – 10), sebelah selatan Tanjung Blusun (titik tinjau 11 – 12), daerah Kerta Sari (titik tinjau 16-18), daerah Labuan Balat (titik tinjau 19 –10), Daerah Labuan Tentong (titik tinjau 22 –23), Daerah Jelenga (titik tinjau 25-26), bagian selatan Tanjung Benette (titik tinjau 27 –28), daerah Teluk Benette (titik tinjau 25-26), daerah Maluk (titik tinjau 32 –33), di mana titik tinjau yang paling kuat mengalami akresi adalah titik tinjau 4 –5.
Daerah yang mengalami abrasi adalah :
Titik tinjau 5 –8 sebelah selatan Labuan Sepakek, titik tinjau 10 –11 daerah Tanjung Blusun, titik tinjau 13-15 daerah Labuan Blusun, titik tinjau 18 –19 daerah Tanjung Balat, titik tinjau 20 –22 daerah Putuh Batu, titik tinjau 23-25 daerah Buluh Batu, titik tinjau 26-29 daerah sekitar Benette, titik tinjau 3—32 daerah Tanjung Maluk dan titik tinjau 33 –34 daerah sebelah selatan Tanjung Maluk, di mana proses abrasi terkuat terjadi pada titik tinjau 26 –27 yaitu di daerah Tanjung Benette.
Daerah yang stabil adalah :
Daerah di sebelah selatan Labuan Sepake (titik tinjau 8-9),dan daerah pantai Kampung OT. Sebate (titik tinjau 15-16).
Karakteristik pantai
Berdasarkan tinjauan karakteristik garis pantai, profil pantai, geologi, proses, komposisi dan tekstur sedimen serta parameter oseanografi maka karakteristik pantai wilayah pesisir daerah telitian secara kualitatif dapat dibedakan menjadi 3 kawasan pantai sebagai berikut (Gambar 3).
KawasanPantaiI. (KP-I)
Kawasan Pantai I terbentang mulai dari Tg. Tano - T. Kertasari sepanjang lebih kurang 25 Km yang terdiri atas pantai berpasir putih, koral dan mangrove. Karakteristik garis pantainya berupa teluk, tebing/ujung peisisr erbatu (cliff/rocky) dan lurus (straight beaches). Bentang alam bagian darat (coastal land) terdiri dari dataran alluvium, relief rendah, resisitensi batuan rendah terdapat di sekitar kawasan Sepakek dan Sebantar. Perbukitan endapan gunungapi tua berelief sedang, resistensi batuan sedang terdapat di sekitar Tano dan pantai Labuan Sepakek-Blusun. Pola aliran berbentuk radial, bersifat musiman (intermitten) dengan muara sungai sempit (< 20 meter). Pantai berpasir mempunyai tanggul gisik (berm) rata-rata lebih besar dari 25 meter, dengan kemiringan paras muka pantai (beach slope) lebih kecil dari 8°, alas pantai (shore platform) lebih besar dari 200 m. Sedimen pantai berupa pasir – kerikil berwarna putih kotor, putih kecoklatan, cangkang moluska, mineral hitam dan terang. Biota laut berupa terumbu koral dan mangrove. Kawasan Pantai I umumnya berupa tanah tidur/semak, hutan lindung, pemukiman dan sebagian telah dikelola sebagai usaha pertambakan. Perbukitan landai berbatuan endapan gunungapi tua, lava breksi yang menjorok ke laut sebagai ujung pesisir berbatuan/tebing merupakan salah satu unsur pantai teluk stabil. Dataran tanggul gisik yang lebar disusun oleh endapan alluvium, dataran pesisir yang luas akan lebih memperluas pengembangan penataan wilayah pesisir sebagai daerah pemukiman, daerah peristirahatan untuk wisata pantai. Pantai landai berpasir putih yang mengandung kepingan moluska, foraminifera bentos serta mineral kuarsa, alas pantai lebar didasari oleh terumbu koral memberikan kondisi perairan yang bersih dan menarik untuk wisata pantai.
Kawasan Pantai II
Kawasan ini membentang mulai dari Tg. Kertasari – Tg. Bulubatu sepanjang kurang lebih 25 km, yang merupakan pantai teluk dibatasi oleh tebing/ujung peisir berbatu, gawir berlapis dan berlipat (cliff/rocky head
land, bedding plane) di Tg. Balat dan Tg. Batu. Karakteristik garis pantai lainnya berupa pantai berbatu akibat rombakan, spit (sandy spit), terdapat di tenggara Labuan Balat dan Tentong.
Bentang alam daratan pesisir Tg. Kerta Sari – Bulubatu terdiri atas dataran alluvium, rawa asin yang berelief rendah dan resisitensi batuan rendah terdapat di daerah Labuan Balat dan Lb. Lalar. Daerah tinggian/bukit yang disusun oleh endapan gunungapi tua, intrusi batuan beku dan batu gamping berelief tinggi, resistensi batuan tinggi terdapat di Tg. Balat, Tg. Putuhbaru, Tg. Bulubatu. Daratan pesisir ini dilalui oleh dua buah sungai aktif yang bermuara di pantai Balat dan Kertasari. Spit pasir dan rawa asin yang terdapat di kawasan Kertasari – Bulubatu menunjukkan kuatnya proses laut (longshore current) di wilayah pesisir ini. Pada umumnya daerah daratan pesisir berupa daerah semak, peternakan dan pertanian, hutan lindung serta daerah pemukiman.
Karakteristik profil pantai Kertasari – Bulubatu mempunyai kemiringan paras pantai lebih besar dari 10° dengan dataran tanggul gisik (berm) sempit (lebih kecil dari 20 meter). Sedimen pantai terdiri dari pasir berbutir sedang – kasar dan kerikil berwarna hitam disusun oleh komponen batuan (60%), mineral hitam (30%) dan kepingan moluska 10%. Kerikil akibat rombakan batuan berupa bongkah terdapat di pantai bertebing, yang disusun oleh batuan beku dasit dan sedimen. Wilayah perairan Kertasari – Bulubatu umumnya diandalkan sebagai daerah perikanan, pelabuhan nelayan serta pengembangan budidaya mutiara. Di beberapa lokasi dapat dikembangkan sebagai objek wisata pesisir, seperti Lb. Balat dan tanjung Putuhbatu.
Kawasan Pantai III
Kawasan ini terbentang mulai dari Bulubatu – Maluk sepanjang kurang lebih 40 km, merupakan pantai teluk, pantai kantong pasir (sandy pocket beach), pantai tebing/ujung pesisir berbatu, gawir berlapis dan berlipat dan pantai berbatuan rombakan. Bentang alam perbukitan terjal yang disusun oleh endapan gunungapi tua dan batugamping berelief tinggi, resistensi batuan tinggi terdapat sebagai tanjung di sepanjang pesisir kawasan pantai III seperti Tg. Benette, Tg. Jelenga, Tg. Maluk dan Tg. Labuluah. Bentang alam berupa pedataran alluvium, resisitensi batuan dan relief rendah terdapat pada Teluk Jelenga, Teluk Benette dan Teluk Maluk. Sungai yang mengalir dan bermuara di teluk-teluk tersebut bersifat musiman, kurang aktif. Bentang alam di kawasan ini dikontrol oleh struktur lipatan, sesar dan kekar. Kantong pasir yang terakumulasi di pantai teluk adalah akibat proses marin yang lebih aktif, erosi batuan pantai oleh refraksi gelombang. Daerah pesisir kawasan ini masih berupa semak, lahan tidur, hutan lindung dan sedikit pertanian. Maluk belakangan ini berubah menjadi kota satelit karena kehadiran PT. Newmont Batu Hijau yang cepat atau lambat akan berdampak terhadap lingkungan pesisir maupun lautnya. Sedimen pantai umumnya berukuran pasir sedang – kasar, berwarna putih pecah kehitaman, kepingan moluska dan foraminifera Schlumbergerella, komponen batuan mineral hitam dan kuarsa, Terumbu koral dan bongkah batuan terdapat pada alas pantai.
PEMBAHASAN
Sejak 7 tahun terakhir, kawasan pesisir barat pulau Sumbawa berkembang dengan pesat, baik sebagai kawasan hunian, pertambakan maupun budidaya laut. Di bagian utara daerah telitian, perkembangan yang paling menonjol adalah usaha pertambakan yang terdapat di daerah Labuan Tano sampai Labuan Sepakek Kecamatan Seteluk. Di bagian tengah daerah telitian yaitu Kecamatan Taliwang, pesisir dan lautnya berkembang sebagai tempat budidaya laut (kerang mutiara). Sedangkan dibagian selatan berkembang sebagai daerah objek wisata dan hunian yang terdapat di Kecamatan Maluk yang berdekatan dengan lokasi penambangan emas PT. Batu Hijau Newmont. JIka memperhatikan beberapa isu penting dalam pengembangan wilayah pesisir, maka ada beberapa wilayah pesisir yang perkembangannya secara kebetulan sesuai dengan kondisi gejala perubahan garis pantai dan potensi pantai, namun demikian ada juga yang kurang memperhatikan kedua parameter tersebut.
Untuk lebih memudahkan dalam pembahasan, maka daerah telitian akan dibedakan menjadi 4 kawasan yaitu :
Kawasan I Tg. Tano sampai Tg. Blusun
Kawasan ini mempunyai garis pantai hampir berarah baratdaya timur laut dan telah berkembang sebagai usaha pertambakan modern yaitu mulai dari Tg. Tano sampai Labuan Sepakek (titik tinjau 1 – 5). Disamping itu daerah ini sebagai hunian tradisional seperti Lb. Sepakek dan Kampung Blusun yang terletak di Tg. Blusun (titik tinjau 5 –10).
Dilihat dari gejala perubahan garis pantainya daerah yang berkembang sebagai usaha tambak adalah daerah yang terjadi proses akresi dan abrasi khususnya di daerah labuan Tano antara titik tinjau 2-3. Namun proses abrasi yang terjadi di Labuan Tano sangat kecil dan hampir tidak berpengaruh karena daerah tersebut terlindung oleh Pulau Belang serta didukung oleh perairan selat yang dangkal dan adanya terumbu karang. Ditinjau dari aspek karakteristik garis pantai kawasan ini aman untuk dikembangkan sebagai pertambakan maupun daerah hunian
dan wisata pantai dengan tetap memperhatikan faktor kelestarian lingkungan. Proses abrasi mulai dari LB. Sepakek sampai di bagian utara Tg Blusun (titik tinaju 5 –8) sepanjang lebih kurang 10 km. Erosi pantai terlihat dengan jelas di kawasan ini yang dicirikan oleh banyaknya pohon kelapa yang tumbang akibat tergerus oleh gelombang. Daerah yang mengalami abrasi, secara kebetulan adalah daerah pesisir yang tidak mengalami perkebangan yang berarti, serta penduduknya masih relatif sedikit. Daerah yang relatif stabil terdapat di Tg. Blusun ( titik tinjau 8 –10), yang dihuni oleh sebagian kecil nelayan tradisional. Daerah ini cocok untuk dikembangkan menjadi daerah wisata pantai karena didukung oleh karakteristik pantai yang memenuhi syarat serta perairan yang dangkal dan jernih, sedangkan ke arah belakang pantai saat ini telah dimanfaatkan sebagai perkebunan tradisional karena merupakan dataran aluvium yang subur produksi gunung api.
Kawasan II adalah Tg. Blusun – Tg. Kertasari
Kawasan ini hampir sebagian besar kondisi pantainya mengalami abrasi kecuali sedikit di bagian selatan Tg. Blusun dan sebelah utara Muara Sungai Taliwang. Abrasi yang terjadi sepanjang kawasan ini cukup signifikan yang disebabkan oleh letak geografis dari pantai tersebut dan juga akibat penebangan hutan bakau oleh penduduk setempat. Pantai yang mengalami akresi sebelah utara muara sungai Taliwang (OT Sebate) yang cocok dikembang sebagai pertambakan. Saat ini lahan tersebut telah dimanfaatkan oleh penduduk sebagai lahan tambak yang diusahakan secara kekeluargaan. Kawasan ini tidak berkembang karena penghuninya jarang dan sebagian besar hidup sebagai nelayan dan petani tradisional. Di daerah yang sebagian besar berupa lahan pesisir merupakan semak yang belum dimanfaatkan.
Kawasan III Tg. Kertasari - Tg. Jelenga
Kawasan ini merupakan pantai teluk yang mengalami proses abrasi, dan merupakan daerah yang cepat berkembang karena berdekatan dengan kampung/desa yang mempunyai penghuni yang relatif padat seperti Kota Kecamatan Taliwang dan Labuan Lalar. Perkembangan pesisir dan laut ditandai dengan banyaknya usaha budidaya mutiara di perairan dekat pantai, khususnya di teluk Taliwang, sehingga untuk mendukung usaha tersebut daerah pantai berkembang menjadi daerah hunian para pekerja. Sedangkan daerah pesisir Labuan
Balat yang mempunyai panorama indah dengan tanggul gisik pantai yang lebar berkembang menjadi kawasan wisata pantai dan dekat dengan kota Kecamatan Taliwang. Daerah muara Br. Gua cocok dikembangkan
menjadi daerah tambak karena daerahnya stabil dan didukung oleh pedataran alluvium yang relatif luas. Secara umum perkembangan daerah pesisir di kawasan ini masih terkendali dan belum berdampak negatif terhadap lingkungan maupun kestabilan pantai.
Kawasan IV Tg. Jelenga - Maluk
Kawasan ini sebagian besar mengalami akresi yaitu Tg. Jelenga, Teluk Benette dan Pantai Maluk, dengan karakteristik pantai tanggul gisik lebar lebih dari 25 meter, relief pantai sedang dan perairan yang jernih. Sedangkan sebagian lainnya mengalami abrasi namun karena resistensi (ketahanan) pantai yang
tinggi terhadap energi gelombang, maka tidak terjadi perubahan garis pantai yang signifikan. Daerah yang mengalami akresi secara kebetulan saat ini telah berkembang menjadi daerah tujuan wisata pantai yang
terdapat di Kecamatan Jereweh. Kondisi ini didukung oleh keberadaan PT. Newmont di Kecamatan Jereweh, sebagai perusahaan multinasional besar yang menampung banyak tenaga kerja baik dari daerah setempat maupun luar NTB. Perkembangan yang signifikan di kawasan ini adalah terdapat di Desa Maluk yang berubah menjadi kota satelit dan wisata dengan memanfatan daerah pesisir sebagai daerah hunian dan sarana pendukung pariwisata seperti hotel, bar dan lain-lainnya. Akan tetapi perkembangan yang sangat pesat di Maluk ini secara umum belum ditata secara sistematik terutama yang menyangkut masalah tata ruang dan dan dampaknya terhadap lingkungan disekitarnya. Beberapa hal yang terjadi dan akan berpengaruh terhadap lingkungan pesisir
adalah :
1. Pembuatan beberapa pelabuhan kecil dan bangunan pantai untuk mendukung kegiatan wisata yang tidak memperhatikan aspek osenografi perairan setempat.
2. Pengambilan material pantai untuk pemenuhan bahan bangunan pembuatan sarana dan prasarana wisata akan
mengganggu kesetimbangan pantai.
3. Bangunan untuk tempat hunian yang tidak beraturan dan tanpa didukung sistem drainase dan pengelolaan sampah rumah tangga yang memadai akan berakibat buruk terhadap lingkungan. Ketiga faktor tersebut akan menjadi masalah dikemudian hari bila tidak ditata sejak dini, terutama masalah limbah rumah tangga yang
akan mencemari laut.
SIMPULAN
• Perkembangan daerah pesisir pantai bagian barat Sumbawa Barat selama 7 tahun terakhir ini cukup pesat, baik
sebagai daerah hunian, pertambakan, budidaya mutiara maupun sebagai daerah tujuan wisata.
• Bagian utara (Kawasan I) yang paling menonjol adalah pemanfaatan daerah pesisir sebagai lahan pertambakan yaitu daerah Labuan Tano sampai Labuan Sepakek, Kecamatan Seteluk.
• Di bagian tengah daerah telitian (Kawasan III) yaitu Teluk Taliwang di Kecamatan Taliwang, daerah pesisir dan laut telah dikembangkan sebagai tempat budidaya laut (kerang mutiara) yang diusahakan secara modern oleh patungan perusahaan nasional dengan asing.
• Perkembangan daerah pesisir di bagian utara dan tengah tidak memberi pengaruh lingkungan yang negatif, karena didukung oleh kondisi alam yang relatif mapan dan kesadaran masyarakat, pengelola kawasan pesisir serta populasi hunian yang masih relatif kecil.
• Perkembangan siginifikan di bagian selatan (Kawasan IV) terjadi di Desa Maluk, Kecamatan Jereweh yang telah berkembang sebagai kota Wisata. Akan tetapi perkembangan ini tidak disertai dengan perencanaan tata kota wisata, sehingga cepat atau lambat akan membawa dampak lingkungan yang negatif baik di darat (pesisir) maupun di lautnya.
• Daerah-daerah yang direkomendasi untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata pantai dan laut .adalah derah di sebelah selatan labuan Sepakek, Lb. Balat, Teluk Kertasari, Teluk Benette, Teluk Jelenga dan Maluk
• Daerah yang cocok dikembangkan sebagai budidaya tambak dengan memperhatikan kelestarian lingkungan adalah Labuan Tentong, sebelah utara Tg. Kertasari.
DAFTAR PUSTAKA
Coastal Classification & Associated Statistics of East & Southeast Asia, Coordinating Committee for Coastal
and Offshore Geoscience Programmes in East and South East Asia (CCOP) Doc. No. 27, Coastal Plan 1st
Roving Seminar 15 – 16 January 1996 Baguio City, The Philippines.
Dolan, R., B.P. Hayden and M.K. Vincent, 1975, Classification of Coastal Landform of the America, in Encyclopedia of Beaches and Coastal Environment
Komar, P.D., 1974, Beach Process andSedimentation, Prentice Hall Inc.,Engelwood Cliffs, New Yersey.
Lugra, I W., drr., 1998, Penyelidikan GeologiWilayah Pantai Perairan SumbawaBarat, Propinsi Nusa Tenggara Barat, Pusat Pengembangan Geologi Kelautan. Laporan No.33/Proy/PGWP/1998, Sverdrup, H.P., 1952,
Sverdrup, H.P., 1952, The Oceans, Prentice Hall Inc., New York
Suratno, M., 1994, Peta Geologi dan Potens Sumberdaya & Mineral Propinsi Nusa Tenggara Barat, Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Barat. Sudradjat, A., 1975, Peta Geologi Tinjau Pulau Sumbawa, Direktorat Geologi.
Tsuchia, Ijima & Tang, 1974., Numerical Calculation of Wind Wave in Shallow Waters, Proceeding 10th Confrence Coastal Engineer, p. 28-45, New York.
Leave a comment