PERKEMBANGAN KOTA MUKA LAUT SEMARANG DAN BUKTI PENURUNAN (LAND SUBSIDENCE) , (Kasus : Pelabuhan Tanjung Emas\

Abstract/Sari
Semarang merupakan ibukota propinsi Jawa Tengah berada pada kawasan pesisir pantai utara Jawa dengan jumlah penduduk pada tahun 2002 sebesar 1.353.047 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 3.348 jiwa per Km2. Berdasarkan data statistic jumlah kenaikan penduduk sebesar 0.99% pertahun, sehingga diperkirakan pada tahun 2004 penduduk kota Semarang telah mencapai sekitar 1.379.969 Jiwa. Dengan bertambahnya jumlah penduduk tentunya membutuhkan sarana dan prasarana kota yang memadai.
Riwayat dan perkembangan kota Semarang dimulai pada Periode pra 900 M, 900 – 1500 M, 1500 – 1700 M, 1700 – 1906, 1906 – 1942 dan 1942 – 1976. Dengan berkembangnya kota Semarang tentunya membawa konsekuensi akan kebutuhan lahan kearah dataran pesisir pantai, hal yang menjadi penting adalah daya dukung kawasan bertumpu pada dataran alluvial hasil perkembangan garis pantai atau hasil proses sedimentasi.
Isue yang berkembang adalah terjadinya penurunan pada kawasan kota sehingga terjadinya banjir tahunan (ROB) yang tentunya dapat dibuktikan dari pengukuran geodetik terhadap rata-rata muka laut. Pada tahun 2004 Tim PPPGL telah melakukan pengukuran penurunan yang terjadi pada infrastruktur Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dalam kaitan rencana pengembangan pelabuhan

Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir Pelabuhan Tanjung Emas telah berkembang begitu pesat antara lain ditandai dengan meningkatnya jumlah penumpang setiap tahunnya dan kegiatan bongkar muat peti kemas untuk kegiatan eksport-import yang meningkat. Untuk mencukupi kebutuhan air bersih di Pelabuhan Tanjung Emas sebagian diantaranya menggunakan air tanah melalui sumur dalam. Pengambilan air tanah secara berlebihan menimbulkan dampak lingkungan yang serius, salah satu diantaranya adalah adanya penurunan permukaan air tanah yang dapat mengakibatkan penurunan permukaan tanah (land subsidence) pada daerah yang cukup luas. Untuk membuktikan bahwa telah terjadi penurunan maka diperlukan cataan Sejarah perkembangan kota dan data pengukuran geodetik berdasarkan titik referensi yang telah ada. Studi kasus yang dilakukan untuk membuktikan terjadinya penurunan dilakukan pada Pelabuhan Tanjung Emas dalam kaitan rencana pengembangannya.

Metodologi
Saat ini kondisi Pelabuhan Tanjung Emas mengalami penurunan terbukti pada saat pasang laut maksimum beberapa infrastruktur bagunan telah terendam oleh air laut. Metoda pengukuran untuk membuktikan hal tersebut pertama-tama dilakukan dengan pengikatan titik-titik referensi (geodesi) sebagai titik ikat dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan untuk levelling survey. Pengukuran titik ikat dengan metoda poligon menggunakan ”Total Station Sokkia” antara titik BM Bakosurtanal didepan terminal penumpang dengan BM 1 SPP II-1, BM 6, TB 1, TB 2 dan TB3. Koordinat Azimuth awal sebagai titik referensi yaitu TB 1 di diukur dengan menggunakan DGPS Trimble DSM 212 H.
Titik referensi geodesi dan area survey menggunakan koordinat lokal, yang nantinya ditransfer ke koordinat UTM dan datum WGS84, sebelum digunakan sebagai titik referensi survey (BM), transformasi koordinat menggunakan prosedur shift datum Bakosurtanal.
Pengukuran geodetik berdasarkan metoda sipat datar (levelling) pada titik bantu menggunakan “waterpass” yang diikat pada titik referensi dengan peralatan “total station” telah dilakukan di Pelabuhan Tanjung Emas mencakup ruas jalan Coaster, breakwater north, breakwater west, east groin, container yard, dan container wharf. Elevasi muka laut actual untuk keperluan desing rencana pengembangan pelabuhan dilakukan pengamatan pasang surut selama 15 piantan dengan datum muka laut terendah (LWS).

Hasil dan Pembahasan
Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan ketersediaan lahan semakin luas sehingga kota Semarang berkembang kearah pesisir dan menjadikan kota Semarang sebagai Kota Muka Laut (Water Front City). Riwayat perkembangan kota Semarang dimulai dari:
•Periode Pra 900 M, masa sebelum terbentuk dataran aluvial.
Semarang berada di kaki G. Ungaran berbatas dengan pantai utara (termasuk Rican, Mugas, G. Sawo, Gajahmungkur barat, Karang Kumpul atas, Sampangan, Wotgaleh, Simongan, Krapyak dan Jerakah). Terdapat 2 kerajaan Hindia yaitu Bhumi Mataram dan Cailendra, memiliki pelabuhan : Ujung Negara (Batang), Semarang, Keling, Jepara dan Juwono).
•Periode 900 – 1500 M
Awal terbentuknya dataran aluvial/sedimen kuarter yang berasal dari Kali Kreo, Kali Kripik dan Kali Garang dahulu merupakan sarana transportasi utama di zaman Kerajaan Medang Kawulan (924). Semarang tidak dikenal. Namun pada Kerajaan Demak – Pajang, kembali dikenal. P. Made Pandan dan R. Pandan Arang (anak) membuka daerah P. Tirang (barat Demak), nama Semarang diambil dari pohon asam yang arang (Asem Arang)
•Lanjutan periode 900 - 1500
P. Made Pandan (Kyai Ageng Pandan Arang I) sebagai bupati I (1418). Fungsi kawasan: Perniagaan kerajaan Demak dan pusat penyiaran agama Islam.
•Periode 1500 - 1700
Awal pembentukan kota Semarang, dikenal sebagai pelabuhan yang penting. Garis pantai berada di Sleko (sekarang). Bangsa asing datang: Cina (abad 15), Portugis (abad 16), Melayu (1450), Hindia, Arab/persia dan Belanda (awal abad 17). Semarang digadaikan oleh Susuhunan Surakarta kepada Belanda (15 Januari 1678) Fungsi : Daerah pertahanan militer dan perniagaan (VOC).
•Periode 1700 - 1906
Mulai menampakan kota yang sebenarnya. Perpindahan kegiatan militer Belanda ke Semarang yang semula di Jepara (perjanjian Sunan Paku Buwono I tgl 1 Oktober 1705). Perubahan status, fungsi, fisik dan kehidupan social : pusat kegiatan politik kolonial, kota kedua setelah Batavia, berdiri benteng dan kantor-kantor dagang, pemerintahan pribumi.
•Lanjutan periode 1700 - 1906
Fungsi : Kota Administrasi Pemerintahan (Gubernur Jenderal Jawa Utara), Kota perniagaan dan Kota pertahanan/militer. Pembangunan : Villa-villa di Bojong dan Randusari, Pelabuhan Semarang berperan dalam perdagangan dunia, Pembuatan jalan kereta api Semarang – Yogya (1864), Hubungan telepon dengan Jakarta dan Surabaya (1884), Pembukaan kantor pos (1862).
•Periode 1906 - 1942
Staatblad No 120 tahun 1906: Pemerintahan Kota Praja Semarang. Arah pembangunan: membangun pemukiman dengan fasilitas dan utilitas kota seperti: stadion, taman kota, jaringan jalan, drainage, dll. Fungsi: Perdagangan, militer, pemerintahan, pendidikan dan parawisata. Fokus: Penertiban sistem administrasi pemerintahan, bukan sektor sosial ekonomi, budaya dan perencanaan fisik menyeluruh. Akibat: Pusat pergerakan politik melawan Belanda.f
•Periode 1942 - 1976
Semarang dikuasai Jepang. Tidak ada pembangunan. Fungsi diarahkan untuk kebutuhan militer (perang) Jepang. Tahun 1946: Inggris (sekutu) menyerahkan Semarang ke Belanda.
Tahun 1950: Semarang mulai bebenah, ditandai dengan penyerahan pemerintahan dari militer kepada pejabat tinggi kementerian dalam negeri (pamong praja)
•Lanjutan Periode 1942 - 1976

Pembangunan pesat: Pertumbuhan pemukiman (Grobokan, Seroja, Pelabuhan, Jangli dan Mrican). Perdagangan (Pasar Johar, pasar Bulu, pasar Karangayu, pasar Dargo dan pasar Langgar). Transportasi: terminal bus dan mini bus. Industri: Srondol dan sekitar kota Semarang. Tahun 1976: Kota Semarang dimekarkan kearah wilayah Mijen, Gunungpati, Tuga dan Genuk. Disusun rencana jangka panjang kota Semarang. Optimalisasi peruntukan tanah di kota Semarang.
Secara Fisiogarafi (van Bemmelen, 1949) kota Semarang terletak pada dataran alluvial merupakan
hasil endapan yang berasal dari daratan ditransport melalui sungai-sungai besar dan hasil proses sedimentasi di wilayah pantai. Dataran aluvial ini dilatar belakangi oleh jajaran pegunungan Serayu Utara di bagian selatan, dan sebelah timur dibatasi oleh perbukitan Kendeng dan diutara berhadapan dengan Laut Jawa.

Secara geologi litologi penyusun terdiri dari endapan kuarter berupa Alluvial, Formasi Damar, Breksi, Breksi Volkanik, Lava dan Formasi Penyayatan sedangkan endapan Tersier merupakan endapan marin. Struktur yang berkembang adalah antiklin di bagian selatan merupakan daerah tinggian dan sesar normal.
Kemiringan lereng yang tergambar dimulai dari kemiringan landai 0-5%, bergelombang 5%-15%, curam 15%-30% dan terjal 30 - > 70 %.
Pengukuran pasang surut adalah penting di dalam perencanaan bangunan pantai dan pelabuhan. Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan terendah (surut) sangat penting untuk merencanakan bangunan-bangunan tersebut. Sebagai contoh, elevasi puncak bangunan dermaga, breakwater, pemecah gelombang, dan sebagainya ditentukan oleh elevasi muka air pasang, sementara kedalaman alur pelayaran/pelabuhan ditentukan oleh muka air surut.

Dari hasil perhitungan koreksi pasang surut tahun 2004 didapat High Water Lavel (HWS) = 2.475 m; Mean Sea Level (MSL) = 1.784 m; Low Water Sea (LWS) = 1,095 m.
Hasil pengukuran titik-titik poligon dengan menggunakan Total Station dan Waterpass berdasarkan data pengukuran Low Water Sea (LWS) pasang surut pada saat survey tahun 2004 didapat koordinat dan elevasi titik-titik referensi seperti pada table 1 dibawah :
Hasil kegiatan pengukuran levelling yang dilakukan di Pelabuhan Tanjung Emas mencakup ruas jalan Coaster, breakwater north, breakwater west, east groin, container yard, dan container wharf.
1.Hasil pengukuran levelling pada Jalan Coaster tahun 2004, elevasi desing tahun 1995:
-Elevasi desing pada T4 : +1.426
-Elevasi Aktual pada T4 : +1.016
-Penurunan T4 :+ 0.410 = 41 cm
-Elevasi desing pada T7 : +1.501
-Elevasi Aktual pada T7 : +1.284
-Penurunan T7 : + 0.217 = 21 cm
-Elevasi desing pada T8 : +1.646
-Elevasi Aktual pada T8 : +1.242
-Penurunan T8 :+ 0.404 = 40 cm

2.Hasil Pengukuran levelling pada North Breakwater tahun 2004, elevasi desing tahun 1995:
-Elevasi desing : + 2.400
-Elevasi Aktual : = + 1.607 hingga + 1.753
-Penurunan yang terjadi antara +0.647 hingga +0.793 = 64 cm hingga 79 cm

3. Hasil Pengukuran levelling pada West Breakwater tahun 2004, elevasi desing tahun 1995:
-Elevasi desing : + 2.400
-Elevasi Aktual : = + 0.999 hingga + 1.659
-Penurunan yang terjadi antara +0.741 hingga +1.401 = 74 cm hingga 140 cm

4. Hasil Pengukuran levelling pada East Groin tahun 2004, elevasi desing tahun 1995:
-Elevasi desing : + 1.800
-Elevasi Aktual : + 0.907 hingga + 1.038
-Penurunan yang terjadi antara +0.762 hingga +0.893 = 76 cm hingga 89 cm

5. Hasil Pengukuran levelling pada Container Yard tahun 2004, elevasi desing tahun 1995:
-Elevasi desing : (+ 3.200) ; (+ 3.400)
-Elevasi Aktual : = (+ 2.106 - +2.341) ; (+ 2.406 - + 2.629)
-Penurunan yang terjadi pada desing (+ 3.200) : + 0.859 hingga + 1.094 = 85 cm hingga 109 cm.
-Penurunan yang terjadi pada desing (+ 3.400) : + 0.771 hingga + 0.994 = 77 cm hingga 99 cm.

6. Hasil Pengukuran levelling pada Container Wharf tahun 2004, elevasi desing tahun 1995:
-Elevasi desing : (+ 2.354)
-Elevasi Aktual : Atas (+ 1.666 – 1.731) ; Bawah (+ 1.407- +1.478)
-Penurunan yang terjadi pada desing Atas (+ 0.623 - + 0.688) = 62 cm–68 cm ; Bawah (+ 0.876 - + 0.947) = 87 cm – 94 cm

Kesimpulan
•Pada perioda Pra 900 M kota Semarang berada di kaki G. Ungaran, Periode 900 – 1500 M. Awal terbentuknya dataran aluvial/sedimen kuarter yang berasal dari sungai-sungai besar, Periode 1500 – 1700 Awal pembentukan kota Semarang, dikenal sebagai pelabuhan yang penting garis pantai berada di Sleko (sekarang). Periode 1942 - 1976 mulai disusun rencana jangka panjang kota Semarang dan optimalisasi peruntukan tanah di kota Semarang. Dari catatan sejarah ini diketahui bahwa kota Semarang berkembang kearah utara yaitu dataran pantai.
•Fisiografi memperlihatkan kota Semarang terletak pada dataran alluvial merupakan hasil endapan yang berasal dari daratan ditransport melalui sungai-sungai besar dan hasil proses sedimentasi di wilayah pantai.
•Perkembangan kota Semarang kedepan bertumpu pada endapan berusia Kuarter didominasi oleh endapan volkanik dan memiliki daya dukung rendah, umumnya fasilitas kota dibangun pada daerah dengan kemiringan lereng landai 0-5% merupakan daerah pesisir yang berhadapan langsung dengan laut.
•Untuk mencukupi kebutuhan air bersih di Pelabuhan Tanjung Emas sebagian diantaranya menggunakan air tanah melalui sumur dalam. Pengambilan air tanah secara berlebihan menimbulkan dampak lingkungan yang serius, salah satu diantaranya adalah adanya penurunan permukaan air tanah yang dapat mengakibatkan penurunan permukaan tanah (land subsidence) pada daerah yang cukup luas.
•Kasus penurunan infrastruktur Pelabuhan Tanjung Emas diketahui dengan pengukuran geodetik berdasarkan metoda sipat datar (levelling) mencakup ruas jalan Coaster, breakwater north, breakwater west, east groin, container yard, dan container wharf. Elevasi muka laut actual untuk keperluan desing rencana pengembangan pelabuhan dilakukan pengamatan pasang surut selama 15 piantan dengan datum muka laut terendah (LWS).
•Desing Pelabuhan Tanjung Emas dibuat pada tahun 1995, hingga tahun 2004 hasil pengukuran elevasi diketahui penurunan yang terjadi selama 9 tahun pada ruas jalan Coaster sebesar 21-41 cm, breakwater north sebesar 64-79 cm , breakwater west sebesar 74-140 cm, east groin sebesar 76-89 cm, container yard sebesar 77-109 cm, dan container wharf sebesar 62-94 cm.

Leave a comment

Full HTML

  • Web page addresses and e-mail addresses turn into links automatically.
  • Lines and paragraphs break automatically.

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Web page addresses and e-mail addresses turn into links automatically.
  • Lines and paragraphs break automatically.