Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta

Yudhicara, A. Yuningsih, A. Mustafa, N.A. Kristanto dan Y. Noviadi - Puslitbang Geologi Kelautan

Sari
Hasil penyelidikan geologi dan geofisika kelautan di kawasan pesisir dan perairan selatan Yogyakarta, menunjukkan bahwa kawasan Pesisir Yogyakarta perlu diwaspadai terhadap bencana geologi seperti tsunami, abrasi, dan sedimentasi/pendangkalan.
Adanya perbedaan parameter oseanografi, karakteristik pantai dan jenis litologi, menjadikan hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tata ruang pantai.Upaya pemeliharaan kelestarian pelindung alami dan buatan sangat membantu pengembangan wilayah, khususnya di kawasan pesisir Yogyakarta.

Abstract

The result of marine geological and geophysical investigation in southern coastal areaand waters of Yogyakarta indicates that this area has to be paid attention from the geological hazards, such as tsunami, abrasion and sedimentation.
The differences of oceanographical parameters, coastal characteristics and lithologies, has to be mentioned in coastal development planning. The natural and artificial protection will support in coastal development especially in Yogyakarta coastal area.

PENDAHULUAN

Secara sederhana, penulis mendefinisikan, bahwa bencana geologi mengandung pengertian kejadian fisik alam yang berasosiasi dengan kondisi geologi yang mengarah pada kerugian baik ekonomi maupun jiwa manusia. Sedangkan resiko adalah keboleh jadian (probability) dari kerugian ekonomi dan korban manusia akibat bencana geologi serta mengubah tatanan sosial.
Kondisi tektonik yang berkembang di selatan Pulau Jawa, adalah adanya lajur penunjaman aktif lempeng samudera Indo-Australia ke bawah lempeng benua Eurasia, menyebabkan kawasan ini memiliki aktifitas kegempaan yang tinggi. Aktifitas tersebut dicerminkan oleh sebaran pusat gempabumi baik di darat maupun di lautan.
Gempabumi dangkal berkekuatan lebih besar atau sama dengan 6 Skala Richter berpeluang besar terjadi di perairan selatan Pulau Jawa, sedangkan gempabumi berkekuatan lebih atau sama dengan 7 Skala Richter dapat terjadi di lantai Samudera Hindia (Hamilton, 1979). Umumnya gempa tersebut dapat menimbulkan tsunami, namun tanpa disertai dengan bencana lainnya seperti longsoran ataupun pelulukan tanah seperti halnya gempabumi yang berpusat di lantai Samudera Pasifik, (Gempabumi Biak, 1996).
Perairan Pantai Yogyakarta termasuk kategori perairan terbuka (open sea) dengan horizon pantai yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Oleh karena itu energi gelombang menuju pantai sangat berpengaruh terhadap dinamika pantai di daerah tersebut. Energi gelombang selain menimbulkan abrasi, juga berfungsi sebagai komponen pembangkit arus sejajar pantai (longshore current) yang dapat menyebabkan sedimentasi di daerah-daerah tertentu (Bird & Ongkosongo, 1980).
METODA PENYELIDIKAN
Metoda penyelidikan geologi dan geofisika kelautan yang dilakukan adalah pengukuran kedalaman dasar laut, pengamatan oseanografi, seismik, dan pemetaan karakteristik pantai, serta pengambilan contoh sedimen dasar laut.
Data kedalaman dasar laut yang diperoleh akan digunakan untuk mengetahui morfologi dasar laut yang akan berpengaruh terhadap kecepatan rambat gelombang tsunami, yang merupakan akar kuadrat dari kedalaman dasar laut dikali percepatan gravitasi bumi. Relief topografi lantai samudera dapat mempengaruhi sifat penjalaran gelombang tsunami.
Pengamatan oseanografi dilakukan untuk mengetahui parameter oseanografi yang diperlukan dalam perhitungan penghitungan energi fluks gelombang dalam menentukan abrasi maupun sedimentasi.
Pengamatan karakteristik pantai dilakukan untuk menginventarisasi kondisi lapangan, seperti morfologi, geologi, karakteristik garis pantai dan penggunaan lahan untuk mengetahui dampak/resiko yang ditimbulkan apabila terjadi bencana.
Pengambilan contoh sedimen dilakukan untuk mengetahui jenis litologi penyusun di daerah penyelidikan, apakah bersifat resisten maupun rentan terhadap potensi bencana yang ada di daerah ini.
Penyelidikan seismik dasar laut, dilakukan untuk mengetahui struktur geologi bawah permukaan dasar laut. Pengolahan data seismik dilakukan dengan mengidentifikasi berdasarkan pola eksternal dan internal refleksi dari semua rekaman seismik.
HASIL DAN ANALISIS
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut, diketahui bahwa kedalaman dasar laut di perairan selatan Yogyakarta hingga batas 12 mil ke arah laut lepas, berkisar antara 5 m hingga 350 meter, dengan kenaikan nilai kontur berangsur meninggi dengan pola sejajar pantai.
Perairan selatan Yogyakarta memiliki tipe pasang surut mixed tide predominantly semi diurnal atau pasang campuran yang condong ke harian ganda. Ini berarti dalam satu hari terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut.
Data angin yang dikorelasikan dengan bentuk garis pantai daerah penyelidikan menunjukkan, bahwa frekuensi angin yang paling berpengaruh adalah berasal dari arah tenggara, selatan, baratdaya dan barat. Hasil perhitungan energi fluks gelombang tahunan menunjukkan, bahwa bagian timur daerah penyelidikan, mulai dari daerah Sadeng hingga Parangendog, energi gelombang relatif tinggi dan berfluktuasi dengan nilai energi berkisar antara 5.1 hingga 29.7 Nm/det/m. Sedangkan bagian barat mulai dari daerah Parangtritis hingga pantai Congot mempunyai potensi abrasi yang cukup besar, yang ditunjukkan dengan nilai energi gelombang yang relatif tinggi dan seragam, yaitu berkisar antara 17 hingga 23 Nm/det/m. Perbedaan nilai energi gelombang tersebut, menunjukkan bahwa proses pantai yang berkembang di kawasan pantai Yogyakarta cenderung didominasi oleh faktor klimatologi musim timur dengan arah angin dominan dari arah timur dan tenggara yang juga menyebabkan komponen arus sejajar pantai (longshore current) cenderung bergerak ke arah barat.
Pengamatan karakteristik pantai memper-lihatkan adanya dua jenis pantai yang berbeda di daerah penyelidikan. Pantai yang ber-morfologi tinggi, tersusun oleh tebing-tebing batugamping yang menghasilkan kantong-kantong pantai (pocket beach) dengan pasir putih sebagai rombakan batugamping terumbu tersebut, yang dijumpai di bagian timur daerah penyelidikan. Sedangkan Pantai yang bermorfologi landai, tersusun oleh hamparan pasir berwarna hitam, dengan gumuk-gumuk pasir (sand dune) di belakang pantai, dijumpai di bagian barat daerah penyelidikan.
Data seismik menunjukkan adanya struktur geologi pada sekuen B, yaitu pola patahan normal antara lain pada lintasan L-2, L-5 dan L-6, di beberapa lintasan seperti L-5 juga dijumpai adanya indikasi patahan anjak (step fault). Jika dikorelasikan dengan geologi darat berdasarkan hasil interpretasi rekaman seismik patahan ini merupakan patahan lampau yang diduga berumur Tesier, (Bapekoinda Prop. D.I. Yogyakarta & LPM Universitas Padjadjaran, 2002, Gambar 1).

Potensi Bencana Geologi
Data yang diperoleh dari USGS (1916-2002) dan ERI-Jepang (1995-2002) menunjukkan bahwa solusi mekanisme fokal dari beberapa gempabumi merusak yang pernah terjadi di selatan Pulau Jawa (Gambar 2). Arah kompresi maksimum umumnya dominan berarah timurlaut-baratdaya, sebagian kecil utara-selatan, barat-timur dan baratlaut-tenggara. Hal ini menunjukkan gempabumi yang terjadi di daerah ini umumnya berasosiasi dengan lajur penunjaman (subduksi) di selatan Pulau Jawa. Sifat gempabumi yang berasosiasi dengan lajur penunjaman di selatan Jawa, umumnya memiliki karakteristik tersendiri, misalnya di sebelah selatan Pulau Jawa, pusat gempabumi umumnya berkedalaman dangkal (0-90 km), sedangkan makin ke utara pusat gempabumi berkedalaman menengah (91-150 km) hingga dalam (151-700 km). Gempabumi berke-dalaman dangkal (0-90 km) umumnya berbahaya dan dampaknya sangat merusak, karena kadang disertai oleh bencana tsunami.

Gambar 1. Hasil Interpretasi Seismik yang memperlihatkan Struktur Patahan Normal

Gambar 2. Peta sebaran gempabumi, solusi mekanisme Fokal dan lokasi kejadian Tsunami (sumber: Soloviev, CH.N.Go, 1974; Hamilton, 1979; USGS, 1916-2002, ERI-Jepang, 1996-2002)

Bentuk morfologi pantai sangat berpengaruh terhadap dampak kerusakan yang akan di-timbulkan oleh bencana tsunami. Bentuk pantai berteluk umumnya memiliki kecenderungan untuk diwaspadai (bagian timur daerah penyelidikan), karena bentuk pantai seperti ini memiliki kecenderungan untuk meng-akumulasikan energi tsunami dan akan mengalami kerusakan lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya yang memiliki garis pantai lurus. Kemiringan muka pantai landai lebih berbahaya dibandingkan dengan bentuk muka pantai yang mempunyai kemiringan curam. Letak pemukiman dan aktifitas manusia juga sangat berpengaruh pada tingkat kerusakan yang akan dialami oleh suatu daerah, apabila terjadi tsunami. Dari hasil penyelidikan, diperoleh bahwa di bagian timur letak pemukiman relatif sangat dekat dengan garis pantai (kurang dari 100 m), dengan konstruksi bangunan yang kurang memadai (mis.: Ngerenehan). Sedangkan di bagian barat (mis.: Parangtritis), dengan konstruksi yang sama, letak pemukiman relatif jauh dengan garis pantai.

Jenis Bencana Berdasarkan hasil penyelidikan dan sejarah kebencanaan geologi yang pernah dialami oleh kawasan pantai Yogyakarta, maka dapat dikelompokkan jenis bencana geologi yang berpotensi terjadi di daerah ini, yaitu : Tsunami, abrasi dan sedimentasi/pendangkalan (Bapekoinda Prop. D.I. Yogyakarta, LPM Universitas Padjadjaran, 2002).

Tsunami Tsunami dikenal sebagai gelombang pasang berdimensi gunung, yang bergerak sepanjang samudera dengan kecepatan yang dapat mencapai 500 km/jam, yang dapat menerjang kawasan pantai dan merusak infrastruktur masyarakat terkadang tanpa suatu peringatan atau tanda-tanda yang teramati. (Prasetyo, H., dalam Kumpulan Makalah Tsunami, 1994) Kecepatan perjalanan tsunami dipengaruhi oleh kedalaman relief topografi dasar laut. Tinggi tsunami bisa mencapai kurang dari 5 meter di tengah lautan, namun dapat mencapai 30 meter pada kedalaman dangkal atau mendekati pantai. Pada pantai berbentuk teluk atau corong, umumnya terjadi akumulasi massa air laut yang menambah kecepatan rambat dan tinggi tsunami, sehingga seolah-olah merayap naik ke daratan (run up). Tsunami akan menimbulkan pula arus sejajar pantai (longshore current) yang disebabkan karena bentuk pantai. Kawasan pantai dari Parangendog ke arah timur hingga Sadeng, yang memiliki bentuk pantai berteluk, berpotensi sebagai tempat pengaku-mulasian energi tsunami. Lokasi pemukiman yang umumnya terlalu dekat dengan garis pantai, penataan bangunan pantai dengan konstruksi yang kurang memadai dan jarang dijumpainya pelindung alami maupun buatan (pepohonan keras dan penghalang pantai), menyebabkan daerah ini cukup beresiko mengalami kerusakan cukup berarti. Penempatan perahu nelayan tanpa diikat, akan menambah jumlah kerugian yang mungkin akan ditimbulkan (Gambar 3). Meskipun jumlah penduduk yang bermukim di tepi pantai masih sedikit, namun penataan ruang pantai sangat perlu diperhatikan dan diwaspadai, mengingat sepanjang pantai Yogyakarta merupakan kawasan wisata yang berkembang dan banyak dikunjungi wisatawan. Kawasan Pantai dari Parangtritis ke arah barat, yang memiliki morfologi landai, dengan gumuk-gumuk pasir, yang didominasi oleh garis pantai lurus. Letak pemukiman umumnya berada di belakang gumuk pasir, membuat daerah ini relatif aman terhadap landaan gelombang tsunami. Hal ini ditunjang dengan keberadaan pelindung alami maupun buatan sangat membantu dalam rangka menjaga kelestarian kawasan pantai sekitarnya. Seperti keberadaan hamparan terumbu karang, gumuk-gumuk pasir, bangunan penghalang (seawall), dinding pantai dan pemecah gelombang.

Gambar 3. Daerah berpotensi tsunami (Lokasi: Teluk Ngerenehan, 2002)

Berdasarkan penyelidikan energi fluks gelombang, di beberapa lokasi perlu diwaspadai adanya proses abrasi. Secara setempat, di antara pantai Parangendog hingga Pantai Sadeng, dapat dijumpai proses abrasi ini berkembang.

Gambar 4. Jatuhan Batuan Akibat Pengikisan Air laut (Lokasi: Kukup, 2002)

Batuan penyusun pantai di kawasan ini umumnya adalah batugamping terumbu yang bersifat masif, namun adanya pengikisan air laut terhadap batugamping tersebut, meninggal-kan lubang di bagian tengah batuan, yang kadang terpotong sebagian (Gambar 4).

Sedimentasi/Pendangkalan Ke arah barat, dari Pantai Parangtritis hingga Pantai Congot teramati proses dinamika pantai maju (akrasi). Aktifitas gelombang dan angin lebih berperan di kawasan ini, ditandai dengan keterdapatan gumuk-gumuk pasir, tampak terlihat bangunan wisata, yang tertutupi oleh pasir akibat aktifitas angin (Gambar 5). Proses sedimentasi/pendangkalan juga dijumpai di Teluk Sadeng. Pendangkalan tersebut disebabkan oleh aktifitas manusia, yaitu adanya penghalang gelombang yang dibuat di mulut teluk, menyebabkan sedimen terperangkap di sekitar kolam pelabuhan (Gambar 6). Oleh sebab itu, penataan pendangkalan di Teluk Sadeng harus dilakukan dengan menanggulangi proses erosi dan transportasi sedimen asal darat

Gambar 5. Gumuk Pasir yang Menutupi Bangunan Pantai (Lokasi : Pandansimo, 2002)

Gambar 6. Bangunan penghalang pantai yang menyebabkan pendangkalan (Lokasi : Teluk Sadeng, 2002)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
• Kawasan pantai bagian timur daerah penyelidikan dicirikan oleh pantai bertebing dan berteluk kecil. Kawasan ini perlu diwaspadai dari kemungkinan teraku-mulasinya gelombang tsunami ke dalam teluk.
• Kawasan pantai bagian barat, yang merupakan pantai landai memiliki sedimen yang bersifat lepas dan mudah tergerus oleh arus dan gelombang.
• Energi fluks gelombang yang tinggi mendominasi kawasan pantai di bagian timur daerah penyelidikan, menandakan tingkat abrasi yang cukup tinggi, ditandai oleh adanya pengikisan batugamping terumbu penyusun morfologi pantai di kawasan tersebut, dan material hasil gerusannya terangkutkan oleh arus sejajar pantai dan terakumulasi di teluk-teluk tersebut.
• Di kawasan pantai bagian barat sedimen asal darat dan laut dapat terendapkan secara bersamaan di pantai.
• Sedimentasi/pendangkalan bisa diakibatkan oleh proses alami maupun akibat ulah manusia, yang dampaknya bisa merugikan bagi pengembangan wilayah di kawasan pantai Yogyakarta.

Saran
• Pemahaman terhadap ciri-ciri parameter oseanografi, kondisi fisik dan jenis litologi di daerah penyelidikan sangat dibutuhkan untuk pengembangan wilayah dan tata ruang pantai di kawasan ini.

Daftar Pustaka

Bapekoinda Prop. D.I. Yogyakarta, LPM Universitas Padjadjaran, 2002, Pemetaan Geologi dan Potensi Sumberdaya Mineral D.I. yogyakarta Bird, E.C.F. & Ongkosongo, O.S.R., 1980, Environmental Changes on the Coast of Indonesia, The United Nations University, printed in Japan. Earthquake Research Institute, 1995-2002, Real Time Earthquake and Mekanism Focal Solution of South of Java, www.eri.u-tokyo.ac.jp Hamilton, W., 1979, Tectonic Map of Indonesian Region, Geol. Survey Professional Paper 1078, US. Gov. Printing Office, Washington. Prasetyo, H., 1994, Geodinamika dan Tsunami di Indonesia dalam Kumpulan Makalah Tsunami, Seminar Sehari tentang masalah Tsunami di Indonesia dan Aspek-aspeknya, Bandung. Soloviev & Ch. N. Go, 1974, Catalogue of Tsunami in Western Pacific Region. U.S. Geological Survey, 1916-2002, Preliminary Determination of Epicenters, U.S. Department of the Interior,www.usgs.gov

Leave a comment

Full HTML

  • Web page addresses and e-mail addresses turn into links automatically.
  • Lines and paragraphs break automatically.

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Web page addresses and e-mail addresses turn into links automatically.
  • Lines and paragraphs break automatically.