Kawasan garis pantai timur kabupaten Indramayu ditutupi oleh endapan aluvium yang cukup luas. Proses sedimentasi pada garis pantai saat ini masih berlangsung, disebabkan oleh sungai Cimanuk yang bermuara di daerah ini. Sungai tersebut membawa material sedimen dalam jumlah besar. Sedimen ini tersebar di L. Jawa dan diendapkan kembali di garis pantai, yang mengakibatkan pantai timur Indramayu mengalami akrasi dan membentuk delta. Tahun 1947 aliran sungai Cimanuk mengalami perubahan, salah satu bagian aliran sungai mengalir ke arah utara-timur, jalan terdekat menuju garis pantai membentuk delta baru dengan tipe telapak kaki burung (birdfoot-type delta). Kandungan lumpur sungai Cimanuk dapat mencapai ratarata 53,6 juta ton/tahun.
PENDAHULUAN
Pada kawasan pantai utara Jawa Barat, dari Kabupaten Tanggerang di bagian barat hingga Kabupaten Cirebon di bagian timur, terbentuk lima buah delta pada muara-muara Sungai Cisadane, Citarum, Cipunegara, Cimanuk dan Losari. Hal ini akibat proses sedimentasi yang sangat besar dan dapat merubah bentuk garis pantai utara J
awa Barat menjadi kawasan pantai akresi. Perubahan muka laut, neotektonik dan jalur gunung api aktif turut berperanserta dalam memasok material sedimen yang di endapkan di kawasan muara-muara sungai tersebut. Kawasan pesisir pantai utara Jawa Barat sangat landai dengan ketinggian kurang dari 15 meter di atas muka laut rata-rata. Sederetan gunungapi di bagian selatannya, dari gunungapi Salak hingga Ciremai dengan ketinggian morfologi yang mencolok memberikan energi yang sangat besar bagi sungai-sungai yang mengalir dan bermuara di kawasan pesisir pantai utara Jawa barat.
Tujuan mempelajari kawasan muara S. Cimanuk muda ini adalah untuk mengetahui secara rinci tentang proses-proses yang terjadi pada pembentukan dan pengendapan suatu delta. Endapan sedimen delta mempunyai arti penting untuk dipelajari dan difahami karena diharapkan pada endapan sedimen delta dapat memberikan indikasi kandungan bernilai ekonomis yang jika diketahui keterdapatannya hal tersebut akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Daerah penelitian di pusatkan pada delta S. Cimanuk muda, Kabupaten Indramayu, berdasarkan atas kecepatan sedimentasi serta jenis delta telapak kaki burung (birdfoot-type delta), seperti pada beberapa delta lainnya di kawasan pantai utara Jawa Barat (Gambar 1). Kabupaten Indramayu diapit oleh kabupaten Subang dibagian barat, Kabupaten Cirebon dibagian timur dan Kabupaten Sumedang
dan Kabupaten Majalengka di bagian selatan, dan terletak pada kisaran 108o 20’ – 108o 24’ Lintang Selatan dan 6o 20’ – 6o 14’ Bujur Timur. Untuk mengetahui seja2009-09-02rah terbentuknya delta S. Cimanuk yang berumur sangat muda ini maka diperlukan informasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu maupun masyarakat setempat guna melengkapi data penelitian di delta baru S. Cimanuk. Peta topografi yang di buat oleh Belanda pada tahun 1942 dari American Map Service (AMS), menggambarkan garis pantai timur Indramayu pada saat itu dimana delta baru S. Cimanuk belum terbentuk, peta ini dijadikan peta dasar untuk menggambarkan pertumbuhan delta baru S. Cimanuk pada tahap berikutnya.
Garis-garis pantai yang terbentuk pada delta baru S. Cimanuk di masa lalu akan dijadikan petunjuk untuk menelusuri perkembangan delta hingga kini. Selain pengamatan di lapangan kawasan delta baru S. Cimanuk kegiatan ini juga ditunjang oleh studi literatur dari para peneliti terdahulu. Penelitian delta baru S. Cimanuk pernah dilakukan oleh Hehanussa drr (1976) dan Hehanussa (1980). Kali ini Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan melakukan penelitian di kawasan delta baru S. Cimanuk guna mengetahui lebih jauh keberadaan sumberdaya alam yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan sepenuhnya bagi masyarakat Kabupaten Indramayu.
TINJAUAN GEOLOGI UMUM
Wilayah pesisir Kabupaten Indramayu merupakan daerah pedataran yang cukup luas yang ditempati oleh endapan aluvium. S. Cimanuk adalah satu-satunya sungai yang mengalir di Desa
Sindang, selatan Indramayu, S. Cimanuk bercabang membentuk sungai-sungai yang bermuara di wilayah pesisir barat, yaitu S. Anyar dan S. Rambatan, sedangkan S. Cimanuk sendiri bermuara ke pesisir timur Indramayu. Sungaisungai tersebut memiliki debit dan material sedimen yang sangat besar di waktu musim hujan, material sedimen yang disebarkan di Laut Jawa mengakibatkan pendangkalan di kawasan garis pantai timur dan barat Indramayu. Batuan pembentuk dataran rendah Kabupaten Indramayu adalah berumur Kuarter. Satuan batuan terbawah di daerah ini adalah Endapan Konglomerat dan Batupasir Tufaan. Satuan ini ditutupi oleh beragam Endapan Aluvium yang berumur Holosen, endapanendapan tersebut dapat dibagi menjadi Endapan Banjir, Endapan Pantai, Endapan Pematang Pantai, Endapan Sungai dan Endapan Delta (Rimbaman drr. 2002). Endapan Konglomerat dan Batupasir Tufaan (Qps), terdiri dari material andesit dan batu apung berukuran 5 cm dengan perlapisan yang kurang jelas. Ke arah selatan Kabupaten Indramayu, endapan ini ditemukan sebagai konglomerat breksian dengan pecahan batu apung. Beberapa komponen mencapai ukuran 15–25 cm dengan masa dasar batupasir tufaan, banyak dijumpai lapisan silang-siur berukuran kurang lebih 1,5 meter dan batupasir tafaan sebagai sisipan dalam konglomerat. Satuan ini merupakan endapan sungai jenis kipas aluvium setebal 125 meter dan berumur Plistosen. Endapan Sungai dan Pantai (Qa) dapat dibagi menjadi Endapan Banjir, terdiri dari lempung pasiran, lempung humusan yang berwarna coklat kehitaman. Semakin ke selatan daerah penelitian berubah warna kemerahan dan tufaan, menutupi satuan di bawahnya secara tidak selaras.Endapan Pantai, terdiri dari lanau, lempung dan pasir, mengandung pecahan moluska. Satuan ini berbatasan dengan tanggultanggul pantai, sebarannya di pantai bagian tengah dan bagian timur. Daerah endapan pantai biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pesawahan dan tambak.Endapan Pematang Pantai, terdiri dari pasir kasar sampai halus dan lempung yang banyak mengandung moluska. Sebaran pematang-pematang sangat terbatas di sekitar pesisir membentuk garis-garis yang sejajar tapi terkadang juga bentuk memancar dari satu titik. Tinggi rata-rata pematang tersebut kurang lebih 5 meter. Endapan Sungai, terdiri dari pasir, lanau dan lempung, berwarna kecoklatan, terendapkan disepanjang alur sungai Cimanuk sebagai mid stream bar. Endapan Delta, terdiri dari lanau dan lempung, berwarna coklat kehitaman mengandung sedikit moluska, ostrakoda, foraminifera plangton dan bentos. Daerah satuan ini merupakan tempat usaha pertambakan bandeng, udang dan hutan bakau.Dari peta geologi (Gambar 2)menggambarkan endapan sedimen Kuarter yang beragam serta batuan sedimen berumur Tersier yang telah mengalami struktur sesar berarah barat-timur. Endapan sungai dan pantai sebagai lapisan penutup yang cukup luas di kawasan pantai utara Jawa Barat yang berbatasan dengan Laut Jawa.
METODE PENELITIAN
Ada beberapa metode pendekatan dalam penelitian delta muda S. Cimanuk ini, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang bentuk dan tatanan stratigrafi batuan sedimen penyusun delta Cimanuk, adapun metodemetode tersebut antara lain :Interpretasi citra Landsat 7 ETM+ digunakan untuk mengetahui keadaan fisik kawasan pesisir dan laut Kabupaten Indramayu. Dengan didukung oleh interpretasi garis pantai citra satelit landsat 7 ETM+ (1997), photo udara dan hasil penelitian karakteristik pantai untuk ground check di lapangan dapat menunjang kelengkapan data yang dibutuhkan. Kegiatan ini lebih mengutamakan penggunaan perangkat lunak dan visual pada kegiatan interpretasi untuk pemetaan perkembangan kawasan pesisir yang meliputi bagian daratan yang terpengaruh oleh proses laut. Untuk mengetahui proses akrasi delta S. Cimanuk dari sejak sebelum pembentukannya maka perlu didukung oleh kedudukan garis pantai dari peta terdahulu yang pernah dibuat dan dipublikasikan oleh Belanda, yaitu peta dasar tahun 1942 yang di ambil dari peta topografi American Map Survice (AMS). Inventarisasi photo udara yang pernah dibuat pada tahun 1963, 1965, 1974 dan 1975 serta citra Landsat 7 ETM+ hasil rekaman tahun 2002. Dengan menggunakan proses menghilangkan seluruh data yang ada di darat dan data perairan maka dengan hanya dua warna hitam dan biru garis pantai di kawasan pantai timur Kabupaten Indramayu terlihat dengan tegas dan dilakukan pendigitan, kita lakukan dengan proses yang sama dengan data photo udara pada tahun-tahun rekaman yang terdahulu (milik BAKOSURTANAL) maka kita dapat membandingkan perubahan garis pantai secara tepat. Dengan perubahan-perubahan garis pantai tersebut dapat ditafsirkan kawasan delta baru S. Cimanuk yang mengalami akrasi. Data digitisasi garis pantai dari beberapa photo udara dan citra akan dibuat model tumpangtindih yang dapat menjelaskan tentang pergerakan akrasi delta muda S. Cimanuk. Penelitian karakteristik pantai dilakukan untuk mendapatkan informasi lapangan tentang beberapa parameter, antara lain oseanografi yang membahas tentang interpretasi pengendapan sedimen, pemerian litologi pembentuk pantai secara megaskopis, analisis morfologi secara rinci, bentuk dan bangunan pantai, serta genesis kawasan pesisir (Dolan drr., 1972). Data visual penelitian karakteristik pantai dilengkapi dengan pemanfaatan lahan kawasan pesisir dan identifikasi jenis tumbuhan bakau yang tumbuh cukup lebat di kawasan muara sungai serta di sepanjang alur-alur sungai yang dijadikan kawasan hutan lindung oleh Dinas Kehutanan, Kabupaten Indramayu. Guna melengkapi data geologi di muara delta S. Cimanuk maka dilakukan pula pemboran teknik dangkal yang dilakukan di tepi cabang S. Cimanuk dan S. Pancer Song sedalam 30 meter. Diharapkan dari data percontoh bor dangkal delta S. Cimanuk dapat memberikan urut-urutan batuan sedimen pembentuk delta S. Cimanuk secara rinci. Penelitian geolistrik juga di lakukan dengan memotong S. Cimanuk, guna mengetahui sedimen pembentuk delta dengan merekam nilai-nilai resistivitas pada setiap lapisan sedimen. Diharapkan dari rekaman geolistrik dapat memberi gambaran jenis sedimen pembentuk delta, struktur serta ketebalannya. Dari data yang didapat maka dibuat model blok diagram yang dapat menggambarkan secara tiga dimensi tentang proses-proses yang pernah terjadi di kawasan delta S. Cimanuk. Lebih jauh diharapkan dari metode-metode yang digunakan dalam kegiatan ini dapat memberikan informasi tentang sejarah terbentuknya delta S. Cimanuk dengan baik.
HASIL PENELITIAN
Sungai Cimanuk merupakan gabungan dari anak-anak sungai yang lebih kecil, yaitu Sungai Cilutung, Cipelas dan Cikeruh. Jika ditelusuri lebih lanjut, hulu S. Cimanuk berada disekitar Kabupaten Garut bernama S. Cukeruh, hulu S. Cipelas berada di Kabupaten Sumedang,tepatnya di kaki Gunungapi Tampomas; sedangkan hulu S. Cilutung berada di Kabupaten Kuningan, berasal dari kaki gunungapi Ciremai (peta rupabumi, skala 1 : 50.000). Ketiga anak S. Cimanuk mengalir pada daerah-daerah endapan volkanik muda berumur Kuarter (Ratman dan Gafoer, 1998). Aliran S. Cimanuk mengalami perubahan yang berarti di Indramayu, hal ini terjadi pada tahun 1947, ketika tanggul yang berada di desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu hancur diterjang bajir. Saat itu aliran S. Cimanuk mengalami perubahan, sebagian aliran sungai mengalir ke arah timurlaut, mencari jalan terdekat menuju garis pantai, membentuk delta baru dengan tipe delta telapak kaki burung (birdfoot-type delta) yang dapat kita saksikan hingga saat ini (Gambar 3). Setidaknya ada tiga buah mulut muara sungai dari tipe delta ini yang masing-masing memiliki aktivitas sedimentasi. Cimanuk sendiri memiliki debit mencapai 1200 m3/ detik di kala musim hujan, yaitu pada bulan Oktober hingga Maret, sedangkan pada musim kering debit Sungai ini hanya mencapai 5 m3/detik, jadi kecepatan proses sedimentasi serta perubahan bentuk dari mulut muara akan sangat meningkat disaat musim hujan (Teddy drr.,1999). Dengan debit sungai yang sedemikian besar, dikala musim hujan, mengakibatkan alur sungai yang ada tidak mampu menampung jumlah air sungai, air akan meluap keluar menggenangi lingkungan sekitar. Dalam situasi tersebut kecepatan aliran air luapan (banjir) S. Cimanuk akan mengalami penurunan karena terhambat oleh berbagai pematang-pematang, arus dan gelombang laut.
Maka akan terjadi proses pelumpuran atau pengendapan material sedimen di kawasan muara sungai, hal tersebut menyebabkan bertambah luasnya daratan di mulut-mulut muara. Arus sungai yang deras mengalir ke arah laut bertemu dengan aktivitas gelombang, hal tersebut adalah salah satu penyebab yang dapat merubah arah muara serta bentuk perkembangan delta.Kadar lumpur air S. Cimanuk tergolong tinggi yaitu rata-rata 2.850 mg/liter, sementara kadar maksimum adalah 8.840 mg/liter, karena memiliki kadar lumpur yang cukup tinggi maka pertumbuhan daratan baru (akrasi) di kawasan muara S. Cimanuk berlangsung dengan kecepatan kurang lebih 200 meter/tahun (Hehanussa drr., 1980). Dua faktor penting yang mempengaruhi dinamika alur S. Cimanuk yaitu perubahan yang drastis debit sungai dan kandungan lumpur yang cukup tinggi. S. Cilutung sebagai salah satu anak S. Cimanuk juga mempunyai arti penting, sungai ini juga memiliki kadar lumpur lebih dari 2.850 mg/liter. Dari kandungan lumpur yang demikian tinggi tersebut ditambah dengan kandungan lumpur S. Cimanuk dapat mencapai 27 juta ton/ tahun (Hehanussa drr., 1980). Akibatnya kawasan muara S. Cimanuk akan mengalami proses pendangkalan (akrasi) yang sangat luas dan cepat. Material sedimen terangkut aliran S. Cimanuk memiliki beragam ukuran butir, gosong pasir terkadang terbentuk pada tengahtengah alur sungai (mid stream bar) yang terdiri dari pasir ukuran sedang. Pembentukan gosong pasir tersebut dapat menghambat dan menyumbat aliran alur-alur sungai mengakibatkan proses pengendapan tidak seimbang antara satu alur dengan alur-alur lainnya. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya perubahan bentuk muara delta. Tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu alur sungai mengalami akrasi lebih cepat dibanding dengan alur lainnya. Akan tetapi pada dasarnya seluruh alur-alur sungai di delta S. Cimanuk baru tetap mengalami akrasi. Proses sedimentasi dan erosi tampak sering terjadi di alur-alur sungai delta S. Cimanuk, hal tersebut dapat di amati dari adanya perubahan lebar alur sungai, suatu saat mengalami penyempitan akan tetapi di sisi lain alur tersebut mengalami pelebaran. Proses sedimentasi dan erosi merupakan dua proses yang terjadi silih berganti dalam jarak yang relatif dekat untuk mencapai keseimbangan dan merupakan bagian dari dinamika alur sungai pada tipe delta telapak kaki burung S. Cimanuk. Dominasi energi untuk kawasan muara S. Cimanuk berasal dari sungai, hal ini yang menyebabkan delta S. Cimanuk berbentuk telapak kaki burung.Dengan kecepatan aliran sekitar 20 – 160 cm/ detik dengan kandungan material lumpur yang tinggi, dapat membentuk tanah-tanah timbul yang sempit dan menjorok jauh kearah laut, berdasarkan pengukuran dari peta dasar saat ini telah mencapai 12 kilometer dari garis pantai lama tahun 1942. Karakteristik pantai di muka muara S. Cimanuk banyak ditempati oleh lumpur berwarna hitam yang sangat luas, khususnya pada musim hujan selain kecepatan arus sungai yang sangat kuat juga muatan sedimen yang lebih melimpah. Energi sungai yang sangat tinggi melampaui energi gelombang mengakibatkan aliran anak-anak sungai delta Cimanuk mengalami akrasi yang sangat cepat dengan membuat kawasan genangan yang menjorok ke arah laut. Kawasan genangan dengan salinitas yang tinggi merupakan ekosistem yang tepat untuk tumbuhan bakau (mangrove). Dari hasil pengamatan di kawasan pesisir delta, tumbuhan bakau yang memiliki akar bercabang dipermukaan tanah merupakan perangkap bagi material sedimen untuk tidak terbawa oleh gelombang, hal tersebut mengakibatkan proses pendangkalan kawasan muara akan cepat terjadi. Kawasan muara S. Cimanuk terdiri dari material lempung berwarna kelabu kehitaman. Lapisan pasir berukuran sedang hingga halus dengan pemilahan baik sering ditemukan sebagai lensa-lensa tipis di antara material sedimen yang berukuran halus, seperti lanau dan lempung (Gambar 4).Kegiatan pemboran dilakukan di delta muda S. Cimanuk, tepatnya di desa Brondong, Kabupaten Indramayu, sedalam 30 m, guna mengetahui urutan material sedimen penyusun delta. Titik Bor ditempatkan dekat dengan cabang S. Cimanuk dengan S. Pancer Song untuk mendapatkan data ketebalan lapisan material kasar dan halus. Dari urutan sedimen hasil pemercontoh pemboran, menunjukkan adanya lapisan lempung yang tebal dan lapisan yang berbutir lebih kasar (Gambar 5). Dengan ketebalan lapisan lempung pada percontoh bor, dapat membuktikan bahwa kandungan lumpur S. Cimanuk sangat melimpah, khususnya pada musim hujan. Dari pemerian data bor, sulit untuk dilihat adanya siklus musim (climatic cycles) karena tidak tampaknya batas-batas perlapisan dan siklus yang tegas pada pemercontoh bor karena dominasi endapan lumpur yang lunak, pejal dan ada sedikit pasir berbutir sedang hingga halus. Linkungan pengendapan kawasan ini pada zona pasang surut (intertidal zone), pada urutan sedimen delta ditemukan cangkang-cangkang Moluska baik pada lapisan berbutir kasar maupun yang berbutir halus. Rombakan batuan berukuran 2 – 3 cm, umumnya material terumbu karang. Walaupun Moluska dapat hidup di darat akan tetapi keberadaan cangkang-cangkang Moluska serta rombakan terumbu karang berukuran krakal pada endapan berbutir halus ditafsirkan sebagai akibat dari aktivitas gelombang laut. Pemboran air telah dilakukan masyarakat hingga kedalaman lebih dari 150 meter untuk mencapai lensa-lensa pasir di daerah delta ini, untuk mendapatkan air tawar, tetapi tidak berhasil karena air tanah masih mengandung kadar garam yang cukup tinggi serta mengeluarkan gelembung-gelembung gas.
PEMBAHASAN
Ciri utama dari endapan delta ialah sifat “prograding” dari endapan sedimen ke arah laut. Berdasarkan hal tersebut maka kegiatan pemboran dangkal dilakukan guna mengetahui urutan sedimen delta tersebut. Urutan sedimen dari hasil pemboran tampak jelas material lempung dan lanau sangat dominan, dari sedimen berbutir halus tersebut terkadang dijumpai sisipan pasir berbutir sedang dan halus. Lapisan rombakan terumbu karang beragam ukuran, dari 1 hingga 4 cm di jumpai dan juga cangkang binatang laut. Dari urutan tersebut menunjukkan ciri dari urutan endapan sedimen delta, kemungkinan urutan tersebut mempunyai kaitan erat dengan perubahan klimatik walaupun sulit untuk melihat garis yang tegas dari siklus klimatik (climatic cycles). Dominasi endapan lumpur dengan ketebalan dan sebarannya yang cepat menjorok ke arah laut dari alur sungai utama maupun anak-anak sungainya merupakan indikasi type delta birdfoot yang di dominasi oleh aktivitas sungai. Pergerakan dari delta ini di pantau melalui citra satelit. Penelitian geolistrik dilakukan guna mengetahui perlapisan bawah permukaan dengan menggunakan perbedaan kontras tahanan jenis batuan sedimen (Gambar 6). Penampang geolistrik dilakukan memotong S. Cimanuk di sebelah utara S. Pancer Payang berarah barat – timur dengan panjang bentangan 945 meter dan jarak antar elektroda sebesar 35 meter agar mendapat rekaman maksimal yaitu sedalam 150 meter. Penampang gelistrik juga dilakukan melalui titik bor di Desa Brondong dengan panjang bentangan 1850 meter berarah timurlaut-baratdaya untuk dapat mengkorelasikan data bor dengan rekaman geolistrik. Dari kedua penampang rekaman geolistrik (Gambar 6) memberikan gambaran adanya perlapisan yang cukup baik, walaupun demikian nilai tahanan jenis maksimal yang didapat adalah 3.22 dan 8.25 Ohm.m (dibawah 10 Ohm.m) dengan iterasi 5 RMS kesalahan = 5.0 %, nilai tersebut hanya menunjukkan adanya perlapisan dengan material halus, lumpur atau lempung. Perlapisan yang terekam menunjukkan perbedaan kandungan elektrolit dalam batuan yang berbeda, semakin dalam lapisan kandungan elektrolitnya semakin berkurang, ditafsirkan sebagai akibat proses kompaksi. Korelasi secara rinci antara penampang geolistrik dan data bor tidak dapat dilakukan karena perlapisan berbutir kasar seperti lapisan pasir yang tipis tidak dapat terekam dengan baik terkecuali material halus yang dominan. Walaupun demikian setidaknya kita dapat mengetahui bahwa S. Cimanuk memiliki kandungan material sedimen berbutir halus yang sangat melimpah. Berdasarkan debit sungai rata-rata S. Cimanuk sebesar 600 m3/detik serta kandungan lumpur sebesar 2850 mg/liter, maka setelah dihitung dengan asumsi seluruh material lumpur terendapkan membentuk delta S. Cimanuk, maka dihasilkan sekitar 1,7 ton material lumpur dalam satu detik dan akan dihasilkan minimal material lumpur sebanyak 53,6 juta ton/tahun. Terhitung dari pembentukan delta S. Cimanuk
kandungan lumpur rata-rata per tahun yang dihasilkan S. Cimanuk tersebut, memungkinkan Cimanuk mencapai 200 meter/tahun, sebagai mana yang ditafsirkan oleh Hehanussa (1980). Hasil perhitungan kandungan lumpur dari Hehanussa (1980) sebesar 27 juta ton/tahun untuk delta S. Cimanuk kurang memadai mengingat dataran delta yang sangat luas serta debit air S. Cimanuk di kala musim hujan dapat mencapai 1200 m3/detik. Nilai kandungan lumpur minimal sebesar 53,6 juta di dapat dari debit rata-rata, jika debit maksimal yang dijadikan dasar perhitungan maka kandungan lumpur yang akan dihasilkan dalam satu tahun dapat mencapai sedikitnya dua kali lipat dari nilai rata-rata tersebut.Perkembangan delta S. Cimanuk sangat pesat ketika tahun 1947 hingga 1965, tampak kecepatan penambahan daratan (progradasi) sangat luas dan cepat, tetapi ditahun-tahun 1974 perubahan hanya terjadi di mulut-mulut muara S. Cimanuk, S. Pancer Payang dan S. Pancer Song. Garis biru tua merupakan garis pantai lama, sebelum delta baru S. Cimanuk terbentuk, data tersebut diambil dari peta topografi Belanda (1942). Garis pantai yang didapat dari photo udara tahun 1963, tampak delta S. Cimanuk sudah terbentuk cukup luas dan jauh dari garis pantai lama. Delta S. Cimanuk yang terbentuk tahun 1947, dalam kurun waktu 16 tahun pembentukan delta cukup pesat.
Pengukuran kecepatan proses pembentukan delta S. Cimanuk yang dilakukan oleh Hehanussa (1976), pengukuran dilihat dari perbedaan waktu pembentukan garis pantai dan jarak terjauh delta ke arah utara, menghasilkan nilai 200 meter/tahun. Akan tetapi jika dilihat perkembangan garis pantai pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan, hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya perubahan cuaca (climatic change) mengakibatkan musim kemarau panjang maka debit air S. Cimanuk menurun dan pasokan material sedimen berkurang (Gambar. 7). Perluasan dataran delta kembali berkembang, hal tersebut dapat tercermin pada garis pantai yang diambil dari citra Satelit landsat 7 ETM+ hasil rekaman tahun 2002. S. Cimanuk di bagian ujung utara tampak lebih maju, demikian pula dengan S. Pancer Payang dan S. Pancer Song. Perkembangan ujung S. Cimanuk menunjukan energi sungai yang dominan, menghasilkan daratan yang menjorok kearah laut dengan sayap kiri dan kanan yang tidak terlalu lebar. Berbeda dengan kedua anak-anak S. Cimanuk, S. Pancer Payang dan S. Pancer Song, selain energi sungai yang cukup kuat tetapi pergerakan arus sejajar pantai pun dari arah selatan (Balongan) ke utara cukup signifikan mengakibatkan terendapkannya material sedimen bawaan sungai-sungai tersebut pada bagian teluk. S. Pancer Payang dan S. Pancer Song memiliki sayap kiri dan kanan yang sangat lebar dan luas. Dengan bertambahnya lahan lahan timbul di kawasan muara baru S. Cimanuk berarti semakin luas pula kawasan tambak di Kabupaten Indramayu.
SIMPULAN
Delta S. Cimanuk terbentuk pada tahun 1947 saat banjir besar menghancurkan tanggul di desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu. Luapan air S. Cimanuk mengalir ke arah taratimur membentuk delta baru. Energi S. Cimanuk yang sangat kuat, khususnya pada musim hujan mencapai debit 1200 m3/detik, serta kandungan sedimen lumpur yang tinggi, mencapai 2.850 mg/liter membangun delta dengan tipe talapak kaki burung (birdfoot-type delta), mencirikan dominasi energi sungai dibandingkan dengan energi gelombang laut. Endapan sedimen lempung yang sangat tebal pada pemercontoh pemboran serta penampang rekaman geolistrik mendukung bahwa S. Cimanuk menghasilkan lumpur minimal 53,6 juta ton/ tahun. Sisipan pasir berukuran sedang dan halus berwarna hitam berada di antara endapan lumpur ditemukan dari data bor di Desa Brondong hal tersebut menunjukkan ciri dari urutan endapan sedimen delta. Tumbuhan bakau yang dapat dijumpai di kawasan rawa-rawa di muara delta Cimanuk turut berperanserta dalam perkembangan delata S. Cimanuk karena akarnya yang berfungsi sebagai perangkap material sedimen. Proses sedimentasi di dominasi oleh material sedimen yang sangat melimpah berasal dari S. Cimanuk membentuk delta type telapak kaki burung (birdfoot). Pertumbuhan Delta S. Cimanuk terus bertambah hingga saat ini dengan kecepatan 200 meter/tahun. Pemantauan dilakukan dengan menggunakan peta topografi, photo udara serta citra satelit dari Landsat, guna mengetahui perkembangannya maka dapat dilihat dari gambaran garis pantai lama hingga garis pantai hasil rekaman terakhir.
ACUAN
Dolan, R. Hayden, B.P., Hornberger, G., Zeiman J., and Vincent, M.K., 1972, Classification of the coastal environment of the wold. 1. The Americas charlottesville, Va: Department of environmentals Sciences, University of Virginia, Tech.Rept. 1, 163 .
Hehanussa, P.E., Hadiwisastra, S. dan Djoehanah, S., 1976. Sedimentasi delta baru Cimanuk. Pertemuan Ilmiah ke 4, IAGI di Bandung.
Hehanussa, P.E., 1980. Penelitian sedimen dasarsungai di delta Cimanuk, Jawa Barat. Laporan Intern Proy. Invent. Sumberdaya Mineral, air dan tanah. Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional, LIPI, Bandung.
Ratman, N. Dan Gafoer, S, 1998. Peta Geologi Lembar Jawa Barat. Skala 1 : 100.000. Edisi ke-2, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Rimbaman, Sumanang, A. dan Siregar, D.A., 2002. Peta Geologi Kuarter Lembar Eretan. Skala 1 : 50.000, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Teddy, H., Ruswanto, Nandang dan Dadi, S., 1998. Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Indramayu, Jawa Barat. (Pemetaan geologi lingkungan untuk menunjang perencanaan tataruang dan pengelolaan lingkungan). Laporan Intern No. 8/LAPPGTTLTD/ 1998-1999. Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung.
Leave a comment